Rabu, 22 Oktober 2014

Tingkatan Emosional dan Intelektual Anak

TINGKATAN EMOSIONAL DAN INTELEKTUAL ANAK
TUGAS MAKALAH
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

PEMBIMBING
Masfufah
Disusun Oleh:
Mei Defi Suryanengse
Zulfatin Muakhiroh
Fitri Ika Andriyani
Dianita Maulidiani
Ainur Rohmah
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PGMI SEMESTER 2
UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA

2013-2014
KATA PENGANTAR
 Dengan menyebut asma Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Alhamdulillah berkat rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul TINGKATAN EMOSIONAL ANAK DAN INTELEKTUAL  Sholawat serta salam semoga tetap tercurah abadikan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, karena dengan perjuangan beliau kita bisa merasakan indahnya dunia, hidup dalam naunga
Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam makalah ini, saya pribadi meminta maaf , karna saya sendiri masih dalam tahap belajar, tak lupa saya pribadi mengucapkan terimahkasih kepada semua pembacan islam serta agama paling di ridhoi oleh Allah SWT.
Selanjutnya, kritik serta saran dari pembaca sangat kami harapkan.
Surabaya,21 April 2014











i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................            i
DAFTAR ISI............................................................................................................           ii
BAB I             PENDAHULUAN...........................................................................           1
                        1.1 Latar Belakang.............................................................................           1
                        1.2 Rumusam Masalah.......................................................................           2
                        1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................           2
BAB II            PEMBAHASAN..............................................................................           3
                        2.1 Tingkatan Kecerdasan Emotional Anak dan Intelektual.............           3
                        2.2 Hubungan Antara Emosional anak dan Intelektual.....................           9
                        2.3 Peran IQ dan EQ dalam Keberhasilan Belajar Siswa..................         13
BAB III          PENUTUP........................................................................................         17
                        3.1 Simpulan......................................................................................         17
                        3.2 Saran............................................................................................         17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................         18







ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya Kecerdasan Intelektual Piaget (dalam Shaffer, 1996) menjelaskan inteligensia sebagai dasar fungsi kehidupan yang membantu seseorang/organisme unruk beradaptasi dengan lingkungannya.[1] Piaget juga menambahkan inteligensia sebagai suatu bentuk equilibrium yang menunjukkan adanya kecenderungan struktur kognitif. Pandangan ini menunjukkan bahwa seluruh aktivitas intelektual tertuju pada keadaan untuk menghasilkan keseimbangan, keharmonisan, hubungan antara satu proses pemikiran dan lingkungan.
Utami Munandar (1986) mengemukakan bahwa kecerdasan intelektual dapat dirumuskan sebagai kemampuan untuk berpikir abstrak, menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar, menyesuaikan diri terhadap situasi baru.[2]  Kemampuan Intelektual bisa juga diartikan dengan kemampuan menalar, perencanaan sesuatu, maupum memecahkan masala, memahami gagasan, dan berfikir. Kemampuan tersebut dapat meningkat dalam proses belajar. Dan tujuannya untuk menjaga otak kanan dan otak kiri supaya berkembang pesat.
Sedangkan kecerdasan emosional menurut saya adalah kemampuan pengendalian emosional diri sendiri, semangat, ketekukan serta kemampuan untuk memotifasi diri sendiri. Sedangankan menurut Goleman ( 1998) dalam bukunya working with emotional, kemampuan sesorang untuk dapat memotivasi diri sendiri dan tekun dalam menghadapi frustasi, mengontrol dorongan-dorongan implusif (dorongan yang timbul berdasarkan suasana hati) dan mampu menunda pemuasannya, mengatur suasana hati sehingga tidak mempengaruhi kemampuan berfikirdan berempati.[3]
Untuk itulah kami membuat makalah yang berjudul “Tingkatan Emosional Anan dan Intelektual “ dengan tujuan untuk mengetahui bahwa kecerdasan emosianal anak dan intelektual sangan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak.



1.2 Rumusan Masalah
 Dalam pemaparan makalah ini, rumusan masalah yang kami buat adalah sebagai berikut
1. Apa yang dimaksud tingkatan emosional anak dan intelektual ?
2. Bagaimana hubungan antara kecerdasan emosional anal dan intelektual ?
3. Bagaimana peran IQ dan EQ dalam proses belajar ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui tingakatn emosional anak dan intelektual
2. untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional anak dan intelektual
3. Untukmengetahui peran IQ Dan EQ dalam proses belajar






















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tingkatan Kecerdasan Emotional Anak dan Intelektual
            Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untukmeraih kesuksesanyang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.
Daniel Goleman, seorang profesor dari Universitas Harvard menjelaskan bahwa ada ukuran/patokan lain yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dalam bukunya yang terkenal,Emotional Intelligence, membuktikan bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan seseorang.[4]
Intelligence Quotient (IQ) tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi, Emotional Quotient(EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyakaspek penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern, yaitu:
1.                  empati (memahami orang lain secara mendalam)
2.                  mengungkapkan dan memahami perasaan
3.                  mengendalikan amarah
4.                  kemandirian
5.                  kemampuan menyesuaikan diri
6.                  disukai
7.                  kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan
8.                  kesetiakawanan
9.                  keramahan
10.              sikap hormat
Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan contoh yang baik. Agar anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi,orang tua harus mengajar anaknya untuk :
1.                  membina hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis
2.                  bekerja dalam kelompok secara harmonis
3.                  berbicara dan mendengarkan secara efektif
4.                  mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif)
5.                  mengatasi masalah dengan teman yang nakal
6.                  berempati pada sesama
7.                  memecahkan masalah
8.                  mengatasi konflik
9.                  membangkitkan rasa humor
10.              memotivasi diri bila menghadapi saat-saat yang sulit
11.              menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri
12.              menjalin keakraban
Emosi dasar manusia ditandai dengan kata-kata kebahagian, kemarahan, ketakutan, kejutan, menjijikkan dan malu.[5]
Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi, ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.Kalo selama ini orang mengukur kecerdasan intelektual,terkenal dengan test IQ, maka sampai sampai saat ini belum ada alat ukur untuk kecerdasan emosi. IQ diukur dengan melakukan evaluasi atas berbagai aspek intelektual seperti konsentrasi, daya nalar, daya abstraksi dan daya analisis sintesis.
Seorang anak yang menampilkan kecerdasan emosi tinggi akan tampil yakin terhadap emosi yang dirasakan, mampu mengungkapkan perasaannya dengan tepat, mampu mengenali emosi orang lain dan menanggapinya secara baik.
Anak yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan tampil hangat, simpatik, mudah bergaul, dan menyenangkan bagi orang lain. Kecerdasan emosi seorang anak sangat terkait erat dengan gaya pengasuhan yang dilakukan oleh orang tuanya.
Kecerdasan emosi diawali dengan adanya pengenalan terhadap emosi, baik emosi yang dialami sendiri maupun yang dirasakan orang lain. Sebagai anak yang pemikirannya masih berpusat pada diri sendiri, kecerdasan emosi diawali dengan usaha untuk mengenali emosinya sendiri.
Proses ini akan banyak dibantu oleh orang tua yang memiliki empati yaitu bersedia memahami emosi anak. Diatas telah dijelaskan bahwa emosi anak dipengaruhi oleh gaya orangtua dalam mengasuh anaknya. Ada empat gaya pengasuhan yaitu gaya pengasuhan mengabaikan emosi anak, menentang emosi, gaya serba boleh , dan gaya pencerdasan dan pencerahan emosi anak. Untuk mengembangkan kecerdasan emosi anak beberapa langkah yang perlu dilakukan orangtua. Pertama, menyadari dan memahami emosi anak. Kedua, memandang emosi sebagai peluang untuk menjadi akrab dan menjadi sahabat anak. Ketiga, mendengarkan dengan empati setiap masalah anak dan menjelaskan emosi anak. Keempat, membantu anak memahami emosinya, dan terakhir , menetapkan aturan dan membantu anak menyelesaikan masalah.
Salah satu contoh untuk aplikasi melatih emosi adalah Bermain Bersama
Kegiatan bermain dapat dimanfaatkan orangtua, guru, atau pendidik sebagai wahana untuk mengembangkan kecerdasan anak. Orangtua dapat ikut berperan dalam kegiatan bermain bersama anak dengan berpedoman pada sikap dan langkah yang perlu mendapat perhatian para pengasuh anak.
Orangtua dapat mengembangkan emosi anak secara baik dengan merangsang sikap emosional anak dalam kegiatan bermain. Yang paling mudah dilakukan anak bersama orangtua adalah kegiatan bermain pura-pura. Misalnya pura-pura menjadi guru dan murid, dokter dan pasien, pilot dan pramugari. Dalam kegiatan bermain ini emosi anak akan muncul. Anak akan banyak mengungkapkan emosi yang pernah dia temui dalam pengalamannya sehari-hari. Ungkapan emosi anak ini harus mampu diamati, digali, dan diarahkan orangtua sehingga anak dapat belajar mengenal emosi dan bentuk ekspresinya lewat kegiatan bermain yang dilakukan bersama pengasuhnya.
Selain itu, membaca buku dan bercerita dengan menggunakan boneka juga dapat dijadikan sarana untuk mengembangkan kecerdasan emosi anak. Saat anak menunjukkan emosi negatif dan tidak mudah diajak bicara, orangtua dapat menarik perhatian dengan cerita menggunakan boneka. Orang tua pun dapat mengarang cerita mirip dengan pengalaman anak dan menjelaskan emosI yang dirasakan boneka-boneka dalam situasi yang dialami anak. Kemukakan juga konsekuensinya kalau ia menangis terus tanpa ambil tindakan tegas dan mengandalkan belas kasihan orang. Pengenalan dan melatih pengembangan emosi anak juga dapat dilakukan dengan menggunakan kartu gambar. Orangtua atau guru dapat membuat kartu khusus terdiri atas gambar orang dengan berbagai ekspresi emosi.
Dalam permainan ini selain belajar mengenali emosi, anak juga belajar mengendalikan emosinya, misal saat menunggu giliran,saat jumlah yang dikumpulkan kalah banyak dari teman mainnya,ataupun saat berkali kali gagal menemukan pasangan gambar yang cocok. Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu :[6]
1.      Dicintai,
2.      Dihargai,
3.      Merasa aman,
4.      Merasa kompeten,
5.      Mengoptimalkan kompetensi
Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama yang bersifat negative.
Emosional bukan hanya pengalaman-pengalaman subjektif belaka, emosi mempunyai berbagai fungsi sepertikesiapan untuk aksi melalui pengarahan dan koordinasi dari bermacam-macam mekanisme fisiologis, membentuk perhatian dan persepsi, memfasilitasi memori, membentuk perilaku untuk tujuan langsung aktifitas, beradaptasi dengan  perubahan tuntunan sosial, mempengaruhi prilaku yang lain, dan membantu pembuatan keputusan (Panskeep, 1998)




Penjelasan tingkatan IQ secara umum:
A. Idiot IQ (0-29)
Idiot merupakan kelompok individu terbelakang paling rendah. Tidak dapat berbicara atau hanya mengucapkan beberapa kata saja. Biasanya tidak dapat mengurus dirinya sendiri seperti mandi, berpakaian, makan dan sebagainya, dia harus diurus oleh orang lain. Anak idiot tinggal ditempat tidur seumur hidupnya. Rata-rata perkembangan intelegensinya sama dengan anak normal 2 tahun. Sering kali umurnya tidak panjang, sebab selain intelegensinya rendah, juga badannya kurang tahan terhadap penyakit.

B. Imbecile IQ (30-40)
Kelompok Anak imbecile setingkat lebih tinggi dari pada anak idiot. Ia dapat belajar berbahasa, dapat mengurus dirinya sendiri dengan pengawasan yang teliti. Pada imbecile dapat diberikan latihan-latihan ringan, tetapi dalam kehidupannya selalu bergantung kepada orang lain, tidak dapat mandiri. Kecerdasannya sama dengan anak normal berumur 3 sampai 7 tahun.Anak-anak imbecile tidak dapat dididik di sekolah biasa.

C.Moron atau Debil IQ / Mentally retarted (50-69)
Kelompok ini sampai tingkat tertentu masih dapat belajar membaca, menulis, dan membuat perhitungan sederhana, dapat diberikan pekerjaan rutin tertentu yang tidak memerlukan perencanaan dan dan pemecahan. Banyak anak-anak debil ini mendapat pendidikan di sekolah-sekolah luar biasa.

D.Kelompok bodoh IQ dull/ bordeline (70-79)
Kelompok ini berada diatas kelompok terbelakang dan dibawah kelompok normal (sebagai batas). Secara bersusah paya dengan beberapa hambatan, individu tersebut dapat melaksanakan sekolah lanjutan pertama tetapi sukar sekali untuk dapat menyelesaikan kelas-kelas terakhir di SLTP

E. Normal rendah (below avarage), IQ 80-89
Kelompok ini termasuk kelompok normal,rata-rata atau sedang tapi pada tingakat terbawah, mereka agak lambat dalam belajarnya, mereka dapat menyelesaikan sekolah menengah tingkat pertama tapi agak kesulitan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas pada jenjang SLTA.

F. Normal sedang, IQ 90-109
Kelompok ini merupkan kelompok normal atau rata-rata, mereka merupkan kelompok terbesar presentasenya dalam populasi penduduk.

G. Normal tinggi (above average) IQ 110-119
Kelompok ini merupakan kelompok individu yang normal tetapi berada pada tingkat yang tinggi.

H. Cerdas (superior) ,IQ 120-129
Kelompok ini sangat berhasil dalam pekerjaan sekolah/akademik. Mereka seringkali terdapat pada kelas biasa. Pimpinan kelas biasanya berasal dari kelompok ini.

I. Sangat cerdas (very superior/ gifted) IQ 130-139
Anak-anak very superior lebih cakap dalam membaca, mempunyai pengetahuan yang sangat baik tentang bilangan, perbendaharaan kata yang luas, dan cepat memahami pengertian yang abstrak. Pada umumnya, faktor kesehatan, ketangkasan, dan kekuatan lebih menonjol dibandingkan anak normal.


J. Genius IQ 140>
Kelompok ini kemampuannya sangat luar biasa. Mereka pada umumnya mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menemukan sesuatu yang baru meskipun dia tidak bersekolah. Kelompok ini berada pada seluruh ras dan bangsa, dalam semua tingkat ekonomi baik laki-laki maupun perempuan. Contoh orang-orang genius ini adalah Edison dan Einstein.

Uraian diatas menjelaskan tentang tingkat intelegensi dalam ukuran secara kognitif, pandangan lama menunjukkan bahwa kualitas intelegensi atau kecerdasan yang tinggi dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan individu dalam belajar dan meraih kesuksesan. Namun baru-baru ini telah berkembang pandangan lain yang menyatakan bahwa faktor yang paling dominan yang mempengaruhi keberhasilan individu dalam hidupnya bukan semata-mata ditentukan oleh tingginya kecerdasan intelektual, tapi oleh faktor kemantapan emosional yang ahlinya yaitu Daniel Goleman disebut Emotional Intelegence (kecerdasan emosional).[7]
Bedasarkan pengamatannya, banyak orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena kecerdasan intelektualnya rendah, namun mereka kurang memiliki kecerdasan emosional mekipun intelegensinya berada pada tingkatan rata-rata. Tidak sedikit orang yang sukses dalamnya hidupnya karena memilki kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini semakin perlu di pahami, dimilki dan diperhatikan dalam pengembangannya karena mengingat kehidupan dewasa ini semakin kompleks. Kehidupan yang sangat kompleks ini memberikan dampak yang sangat buruk terhadap konstelasi kehidupan emosional individu. Dalam hal ini Daniel Goleman mengemukakan hasil survei terhadap para orang tua dan guru yang hasilnya bahwa ada kecenderungan yang sama di seluruh dunia, yaitu generasi sekarang banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya, mereka lebih kesepian dan pemurung, lebih bringasan dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif.[8]

2.2 Hubungan Antara Kecerdasam Emotoanal dan Kecerdasan Intelektual
Pada dasarnya orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.[9] Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet.[10] Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
Kecerdasan Emosional (EQ)
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.[11]
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.

Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).[12]
1. Kemampuan mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari perasaan sendiri pada saat perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya, dan mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh emosinya.
2. Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan perasaan (emosi) dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni kehidupan individunya dengan lingkungannya/orang lain.
3. Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan memahami emosi orang lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain yang dimaksud.
4. Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan mendorong dan mengarahkan segala daya upaya dirinya bagi pencapaian tujuan, keinginan dan cita-citanya. Peran memotivasi diri yang terdiri atas antusiasme dan keyakinan pada diri seseorang akan sangat produktif dan efektif dalam segala aktifitasnya
5. Kemampuan mengembangkan hubungan adalah kemampuan mengelola emosi orang lain atau emosi diri yang timbul akibat rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara memuaskan dan mampu berfikir secara rasional (IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indra.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat .
Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) sepertiself awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik .
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun menyakitkan. Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi.
Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu" . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.

3.3 Peran IQ dan EQ dalam Keberhasilan Belajar Siswa
Tak dapat dipungkiri bahwa IQ mempunyai peran yang besar dalam menentukan keberhasilan seseorang, namun IQ bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan seseorang. Oleh karena keberhasilan manusia bukan hanya faktor intelegensi saja, tetapi juga faktor emosi turut bermain dalam menetukan keberhasilan seseorang. Pada dasarnya emosi adalah dorongan untuk bertindak yang mempengaruhi reaksi seketika untuk mengatasi masalah. Sehingga emosi yang cerdas akan memperngaruhi tindakan anak dalam mengatasi masalah. Sehingga emosi yang cerdas akan mempengaruhi tindakan anak dalam mengatasi masalah, mengendalikan diri, semangat, tekun, serta mampu memotivasi diri sendiri yang terwujud dalam hal-hal berikut ini:
1. Motivasi belajar
2. Pandai
3. Memiliki minat
4. Konsentrasi
5. Mampu membaur dari dengan lingkungan
Ciri-Ciri Siswa dengan Kecerdasan Ekstrem yang dimaksud dengan siswa dengan kecerdasan ekstrem adalah siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang/rendah, yang biasa dikenal dengan keterbelakangan mental dan siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi yang dikenal dengan berbakat secara intelektual atau keterbakatan.


A. Keterbelakangan Mental
Hallahan dan Kauffman (1994) mengemukakan keterbelakangan mental sebagai adanya keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan adaptif, seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan, sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis dan waktu luang.
a. Ciri-ciri Anak Keterbelakangan Mental
1. Keterbelakangan mental ringan sering disebut sebagai mampu didik
[13]2. Keterbelakangan mental menengah sering disebut dengan mampu latih
3. Keterbelakangan mental berat, mereka memperlihatkan banyak masalah.
4. Keterbelakangan mental parah, memiliki masalah yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, intelegensia serta program pendidikan yang tepat bagi mereka.

b. Penyebab keterbelakangan mental bisa bersumber dari dalam maupun dari luar, sebagai berikut:
             Penyebab dari luar, misalnya keracunan sewaktu ibu hamil, kesehatan yang buruk pada saat ibu hamil, kerusakan otak pada saat kelahiran, panas dangat tinggi, gangguan pada otak, gangguan fisiologis, dan pengaruh lingkungan budaya.
 Penyebab dari dalam, misalnya faktor keturunan.
1.  Indikator Anak Berbaka
2.  Kemampuan motorik lebih awal.
3. Kemampuan untuk berbicara dengan kalimat yang lengkap.
4. Perbandingan perkembangan antara anak satu dengan yang lainnya, dimana anak berbakat cenderung menyukai permainan yang merangsang daya khayalnya
5.  Daya ingat yang baik

c.   Ciri-ciri Anak Berbakat
1. Kelancaran berbahasa
2. Rasa ingin tahu yang bersifat pengetahuan
3.  Kemampuan berpikir kritis
4. Kemampuan bekerja mandiri
5. Ulet
6. Rasa tanggung jawab terhadap tugas
7. Tingkah laku yang terarah pada tujuan
8. Cermat dalam mengamati
9. Sering mengungkapkan gagasan baik atau pendapat baru
10. Senang membuat benda/barang dari bahan yang ada dalam lingkungannya.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perkembanga Intelektual
Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelektual itu antara lain:
a.  Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berfikir reflektif.
b. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan  memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berfikir proposiona.
c. Adanya kebebasan berfikir, menimbulkan keberanian seseorang  dalam menyusun  hipotesis yang radikal, kebebasan menjejaki masalah secara keseluruhan.
Perkembangan intelektual sebenarnya diperngaruhi oleh dua faktor utama, yaitu     hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan resultan dari interaksi keduanya. Pengaruh faktor hereditas dan lingkungan terhadap perkembangan intelektual itu dapat dijelaskan berikut ini.
1. Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan apakah akan menjadi kemampuan berfikir setara normal, di atas normal atau di bawah normal. Namun, potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.
2. Faktor Lingkungan
Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam memengaruhi perkembangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a. Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan, misalnya memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Memberi kesempatan atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orangtua.
b. Sekolah 
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggungjawab untuk meningkatkan perkembangan anak tersebut perkembangan berpikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak di tangannya. Beberapa cara diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
2) Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan pengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan intelektual anak. 
3) Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir peserta didik.
4) Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya.
















BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Intelektual adalah kecakapan mental, yang menggambarkan kemampuan berfikir. Tes Intelegensi yang terkenal adalah tes Binet-Simon. Hail tes Intelegensi dinyatakan dalam bentuk nilai IQ, dan hal ini banyak gunanya karena tingkat intelegensi berpengaruh terhadap banyak aspek.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual. bahwa kecerdasan emosianal anak dan intelektual sangan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak

3.2 Saran
Sebaiknya, untuk mengetahui tingkat perkembangan intelektual seseorang harus dilakukan berdasarkan tahap-tahapnya, sesuai dengan perkembangan umur mereka. Walaupun intelegensi tersebut merupakan bawaan sejak lahir atau yang dikenal dengan faktor hereditas, namun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam perkembangan intelek seseorang. Untuk itu, agar perkembangan intelek berkembang dengan baik maka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut.
Hanya saja, agar pertumbuhan itu mencapai hasil yang maksimal harus mempertahankan faktor-faktor pendukungnya. semonga pembaaca dapat memahami serta mengaplikasikan teori ini dalam proses belajarnya,






DAFTAR PUSTAKA
Djarkawi, M.Pd. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Ngalim, Purwanto  M. MP. Psikologi Pendidikan, Bandung :PT. Remaja Rosdakarya.
Piaget, J.1947.La Psychologie de Intelligene. Paris ; Librairie Armand Colin
Sarwono, Sarlito W. 1991 . Psikologis Pendidikan . Jakarta : Rajawali Perss
Puspita, Widaya Ayu. 2008. Perkembangan Emosi Anak. http://www.bppnfi-reg4.net/index.php/perkembangan-emosi-anak.html. diakses pada tanggal 17 April 2014




[1] Piaget (dalam Shaffer, 1996)
[2] Utami Munandar (1986)
[3] Goleman, Working With Emotional ( 1998)
[4]Daniel Goleman (2002 : 141)
[5] Ekman (1980,1989); Izard (1971,1977)
[6] Woolfson, (2005:8)
[7] Daniel Goleman (2002; 149)
[8] Daniel Goleman
[9] David Wechsler
[10] Alferd Binet , Psikologi Perkembangan
[11] Daniel Golleman, Emotional Intelligence  (1995)
[12] Santrock, (1994)
[13] Hallahan dan Kauffman (1994)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar