TUGAS
MAKALAH
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
PEMBIMBING
Masfufah
Disusun
Oleh:
Mei Defi
Suryanengse
Zulfatin
Muakhiroh
Fitri Ika
Andriyani
Dianita
Maulidiani
Ainur
Rohmah
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PGMI SEMESTER 2
UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA
2013-2014
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut asma Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam.
Alhamdulillah berkat rahmat, taufiq, hidayah, serta
inayahnya saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul TINGKATAN
EMOSIONAL ANAK DAN INTELEKTUAL Sholawat
serta salam semoga tetap tercurah abadikan kepada baginda besar Nabi Muhammad
SAW, karena dengan perjuangan beliau kita bisa merasakan indahnya dunia, hidup
dalam naunga
Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan dan
kekeliruan dalam makalah ini, saya pribadi meminta maaf , karna saya sendiri
masih dalam tahap belajar, tak lupa saya pribadi mengucapkan terimahkasih
kepada semua pembacan islam serta agama paling di ridhoi oleh Allah SWT.
Selanjutnya, kritik
serta saran dari pembaca sangat kami harapkan.
Surabaya,21
April 2014
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusam Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
2.1 Tingkatan Kecerdasan Emotional Anak
dan Intelektual............. 3
2.2 Hubungan Antara Emosional anak dan
Intelektual..................... 9
2.3 Peran IQ dan EQ dalam Keberhasilan Belajar Siswa.................. 13
BAB III PENUTUP........................................................................................ 17
3.1 Simpulan...................................................................................... 17
3.2 Saran............................................................................................ 17
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................. 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada
dasarnya Kecerdasan Intelektual Piaget (dalam Shaffer, 1996) menjelaskan inteligensia sebagai dasar fungsi
kehidupan yang membantu seseorang/organisme unruk beradaptasi dengan
lingkungannya.[1] Piaget
juga menambahkan inteligensia sebagai suatu bentuk equilibrium yang menunjukkan
adanya kecenderungan struktur kognitif. Pandangan ini menunjukkan bahwa seluruh
aktivitas intelektual tertuju pada keadaan untuk menghasilkan keseimbangan,
keharmonisan, hubungan antara satu proses pemikiran dan lingkungan.
Utami Munandar (1986) mengemukakan
bahwa kecerdasan intelektual dapat dirumuskan sebagai kemampuan untuk berpikir abstrak, menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar, menyesuaikan diri terhadap situasi baru.[2] Kemampuan Intelektual bisa juga
diartikan dengan kemampuan menalar, perencanaan sesuatu, maupum memecahkan
masala, memahami gagasan, dan berfikir. Kemampuan tersebut dapat meningkat
dalam proses belajar. Dan tujuannya untuk menjaga otak kanan dan otak kiri supaya
berkembang pesat.
Sedangkan kecerdasan emosional menurut saya
adalah kemampuan pengendalian emosional diri sendiri, semangat, ketekukan serta
kemampuan untuk memotifasi diri sendiri. Sedangankan menurut Goleman ( 1998)
dalam bukunya working with emotional, kemampuan sesorang untuk dapat memotivasi
diri sendiri dan tekun dalam menghadapi frustasi, mengontrol dorongan-dorongan
implusif (dorongan yang timbul berdasarkan suasana hati) dan mampu menunda
pemuasannya, mengatur suasana hati sehingga tidak mempengaruhi kemampuan
berfikirdan berempati.[3]
Untuk
itulah kami membuat makalah yang berjudul “Tingkatan Emosional Anan dan
Intelektual “ dengan tujuan untuk mengetahui bahwa kecerdasan emosianal
anak dan intelektual sangan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam
pemaparan makalah ini, rumusan masalah yang kami buat adalah sebagai berikut
1. Apa yang
dimaksud tingkatan emosional anak dan intelektual ?
2. Bagaimana
hubungan antara kecerdasan emosional anal dan intelektual ?
3. Bagaimana
peran IQ dan EQ dalam proses belajar ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut
1. Untuk
mengetahui tingakatn emosional anak dan intelektual
2. untuk
mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional anak dan intelektual
3.
Untukmengetahui peran IQ Dan EQ dalam proses belajar
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tingkatan
Kecerdasan Emotional Anak dan Intelektual
Selama ini banyak
orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual
(IQ) yang tinggi, maka
orang tersebut memiliki peluang untukmeraih
kesuksesanyang lebih besar di banding
orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki
tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang
tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient)
yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.
Daniel Goleman, seorang profesor
dari Universitas Harvard menjelaskan bahwa ada ukuran/patokan lain yang
menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dalam bukunya yang terkenal,Emotional Intelligence, membuktikan bahwa tingkat
emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan seseorang.[4]
Intelligence Quotient (IQ) tidak
dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah
bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan
kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala
cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya.
Tetapi, Emotional Quotient(EQ)
dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan
seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh
lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari
orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyakaspek penting, yang agaknya semakin sulit
didapatkan pada manusia modern, yaitu:
1.
empati (memahami orang lain secara mendalam)
2.
mengungkapkan dan memahami perasaan
3.
mengendalikan amarah
4.
kemandirian
5.
kemampuan menyesuaikan diri
6.
disukai
7.
kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
ketekunan
8.
kesetiakawanan
9.
keramahan
10.
sikap hormat
Orang
tua adalah seseorang yang pertama kali
harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan
contoh yang baik. Agar anak memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi,orang tua harus mengajar anaknya untuk :
1.
membina hubungan persahabatan yang hangat dan
harmonis
2.
bekerja dalam kelompok secara harmonis
3.
berbicara dan mendengarkan secara efektif
4.
mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan
yang ada (sportif)
5.
mengatasi masalah dengan teman yang nakal
6.
berempati pada sesama
7.
memecahkan masalah
8.
mengatasi konflik
9.
membangkitkan rasa humor
10.
memotivasi diri bila menghadapi saat-saat
yang sulit
11.
menghadapi situasi yang sulit dengan percaya
diri
12.
menjalin keakraban
Emosi dasar manusia ditandai dengan kata-kata
kebahagian, kemarahan, ketakutan, kejutan, menjijikkan dan malu.[5]
Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi,
ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan,
dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.Kalo selama ini orang mengukur kecerdasan
intelektual,terkenal dengan test IQ, maka sampai sampai saat ini belum ada alat
ukur untuk kecerdasan emosi. IQ diukur dengan melakukan evaluasi atas berbagai
aspek intelektual seperti konsentrasi, daya nalar, daya abstraksi dan daya
analisis sintesis.
Seorang anak yang menampilkan kecerdasan emosi tinggi akan
tampil yakin terhadap emosi yang dirasakan, mampu mengungkapkan perasaannya
dengan tepat, mampu mengenali emosi orang lain dan menanggapinya secara baik.
Anak yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan tampil
hangat, simpatik, mudah bergaul, dan menyenangkan bagi orang lain. Kecerdasan
emosi seorang anak sangat terkait erat dengan gaya pengasuhan yang dilakukan
oleh orang tuanya.
Kecerdasan emosi diawali dengan adanya pengenalan terhadap
emosi, baik emosi yang dialami sendiri maupun yang dirasakan orang lain.
Sebagai anak yang pemikirannya masih berpusat pada diri sendiri, kecerdasan
emosi diawali dengan usaha untuk mengenali emosinya sendiri.
Proses ini akan banyak dibantu oleh orang tua yang memiliki
empati yaitu bersedia memahami emosi anak. Diatas telah dijelaskan bahwa emosi
anak dipengaruhi oleh gaya orangtua dalam mengasuh anaknya. Ada empat gaya
pengasuhan yaitu gaya pengasuhan mengabaikan emosi anak, menentang emosi, gaya
serba boleh , dan gaya pencerdasan dan pencerahan emosi anak. Untuk
mengembangkan kecerdasan emosi anak beberapa langkah yang perlu dilakukan
orangtua. Pertama, menyadari dan memahami emosi anak. Kedua, memandang emosi
sebagai peluang untuk menjadi akrab dan menjadi sahabat anak. Ketiga,
mendengarkan dengan empati setiap masalah anak dan menjelaskan emosi anak.
Keempat, membantu anak memahami emosinya, dan terakhir , menetapkan aturan dan
membantu anak menyelesaikan masalah.
Salah satu contoh untuk aplikasi melatih emosi adalah Bermain
Bersama
Kegiatan bermain dapat dimanfaatkan orangtua, guru, atau pendidik sebagai wahana untuk mengembangkan kecerdasan anak. Orangtua dapat ikut berperan dalam kegiatan bermain bersama anak dengan berpedoman pada sikap dan langkah yang perlu mendapat perhatian para pengasuh anak.
Kegiatan bermain dapat dimanfaatkan orangtua, guru, atau pendidik sebagai wahana untuk mengembangkan kecerdasan anak. Orangtua dapat ikut berperan dalam kegiatan bermain bersama anak dengan berpedoman pada sikap dan langkah yang perlu mendapat perhatian para pengasuh anak.
Orangtua dapat mengembangkan emosi anak secara baik dengan
merangsang sikap emosional anak dalam kegiatan bermain. Yang paling mudah
dilakukan anak bersama orangtua adalah kegiatan bermain pura-pura. Misalnya
pura-pura menjadi guru dan murid, dokter dan pasien, pilot dan pramugari. Dalam
kegiatan bermain ini emosi anak akan muncul. Anak akan banyak mengungkapkan
emosi yang pernah dia temui dalam pengalamannya sehari-hari. Ungkapan emosi
anak ini harus mampu diamati, digali, dan diarahkan orangtua sehingga anak
dapat belajar mengenal emosi dan bentuk ekspresinya lewat kegiatan bermain yang
dilakukan bersama pengasuhnya.
Selain itu, membaca buku dan bercerita dengan menggunakan
boneka juga dapat dijadikan sarana untuk mengembangkan kecerdasan emosi anak.
Saat anak menunjukkan emosi negatif dan tidak mudah diajak bicara, orangtua
dapat menarik perhatian dengan cerita menggunakan boneka. Orang
tua pun dapat mengarang cerita mirip dengan pengalaman anak dan menjelaskan
emosI yang dirasakan boneka-boneka dalam situasi yang dialami anak. Kemukakan
juga konsekuensinya kalau ia menangis terus tanpa ambil tindakan tegas dan
mengandalkan belas kasihan orang. Pengenalan
dan melatih pengembangan emosi anak juga dapat dilakukan dengan menggunakan
kartu gambar. Orangtua atau guru dapat membuat kartu khusus terdiri atas gambar
orang dengan berbagai ekspresi emosi.
Dalam permainan
ini selain belajar mengenali emosi, anak juga belajar mengendalikan emosinya,
misal saat menunggu giliran,saat jumlah yang dikumpulkan kalah banyak dari
teman mainnya,ataupun saat berkali kali gagal menemukan pasangan gambar yang
cocok. Woolfson,
2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu :[6]
1. Dicintai,
2. Dihargai,
3. Merasa aman,
4. Merasa kompeten,
5. Mengoptimalkan
kompetensi
Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan
meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama yang bersifat negative.
Emosional bukan hanya pengalaman-pengalaman
subjektif belaka, emosi mempunyai berbagai fungsi sepertikesiapan untuk aksi
melalui pengarahan dan koordinasi dari bermacam-macam mekanisme fisiologis,
membentuk perhatian dan persepsi, memfasilitasi memori, membentuk perilaku
untuk tujuan langsung aktifitas, beradaptasi dengan perubahan tuntunan sosial, mempengaruhi
prilaku yang lain, dan membantu pembuatan keputusan (Panskeep, 1998)
Penjelasan tingkatan IQ secara umum:
A. Idiot IQ (0-29)
Idiot merupakan kelompok individu terbelakang paling
rendah. Tidak dapat berbicara atau hanya mengucapkan beberapa kata saja.
Biasanya tidak dapat mengurus dirinya sendiri seperti mandi, berpakaian, makan
dan sebagainya, dia harus diurus oleh orang lain. Anak idiot tinggal ditempat
tidur seumur hidupnya. Rata-rata perkembangan intelegensinya sama dengan anak
normal 2 tahun. Sering kali umurnya tidak panjang, sebab selain intelegensinya
rendah, juga badannya kurang tahan terhadap penyakit.
B. Imbecile IQ (30-40)
Kelompok Anak imbecile setingkat lebih tinggi dari pada
anak idiot. Ia dapat belajar berbahasa, dapat mengurus dirinya sendiri dengan
pengawasan yang teliti. Pada imbecile dapat diberikan latihan-latihan ringan,
tetapi dalam kehidupannya selalu bergantung kepada orang lain, tidak dapat
mandiri. Kecerdasannya sama dengan anak normal berumur 3 sampai 7
tahun.Anak-anak imbecile tidak dapat dididik di sekolah biasa.
C.Moron atau Debil IQ / Mentally retarted (50-69)
Kelompok ini sampai tingkat tertentu masih dapat belajar
membaca, menulis, dan membuat perhitungan sederhana, dapat diberikan pekerjaan
rutin tertentu yang tidak memerlukan perencanaan dan dan pemecahan. Banyak
anak-anak debil ini mendapat pendidikan di sekolah-sekolah luar biasa.
D.Kelompok bodoh IQ dull/ bordeline (70-79)
Kelompok ini berada diatas kelompok terbelakang dan
dibawah kelompok normal (sebagai batas). Secara bersusah paya dengan beberapa
hambatan, individu tersebut dapat melaksanakan sekolah lanjutan pertama tetapi
sukar sekali untuk dapat menyelesaikan kelas-kelas terakhir di SLTP
E. Normal rendah (below avarage), IQ 80-89
Kelompok ini termasuk kelompok normal,rata-rata atau
sedang tapi pada tingakat terbawah, mereka agak lambat dalam belajarnya, mereka
dapat menyelesaikan sekolah menengah tingkat pertama tapi agak kesulitan untuk
dapat menyelesaikan tugas-tugas pada jenjang SLTA.
F. Normal sedang, IQ 90-109
Kelompok ini merupkan kelompok normal atau rata-rata,
mereka merupkan kelompok terbesar presentasenya dalam populasi penduduk.
G. Normal tinggi (above average) IQ 110-119
Kelompok ini merupakan kelompok individu yang normal
tetapi berada pada tingkat yang tinggi.
H. Cerdas (superior) ,IQ 120-129
Kelompok ini sangat berhasil dalam pekerjaan
sekolah/akademik. Mereka seringkali terdapat pada kelas biasa. Pimpinan kelas
biasanya berasal dari kelompok ini.
I. Sangat cerdas (very superior/ gifted) IQ 130-139
Anak-anak very superior lebih cakap dalam membaca,
mempunyai pengetahuan yang sangat baik tentang bilangan, perbendaharaan kata
yang luas, dan cepat memahami pengertian yang abstrak. Pada umumnya, faktor
kesehatan, ketangkasan, dan kekuatan lebih menonjol dibandingkan anak normal.
J. Genius IQ 140>
Kelompok ini kemampuannya sangat luar biasa. Mereka pada
umumnya mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menemukan sesuatu
yang baru meskipun dia tidak bersekolah. Kelompok ini berada pada seluruh ras
dan bangsa, dalam semua tingkat ekonomi baik laki-laki maupun perempuan. Contoh
orang-orang genius ini adalah Edison dan Einstein.
Uraian diatas menjelaskan tentang tingkat intelegensi
dalam ukuran secara kognitif, pandangan lama menunjukkan bahwa kualitas
intelegensi atau kecerdasan yang tinggi dipandang sebagai faktor yang
mempengaruhi keberhasilan individu dalam belajar dan meraih kesuksesan. Namun
baru-baru ini telah berkembang pandangan lain yang menyatakan bahwa faktor yang
paling dominan yang mempengaruhi keberhasilan individu dalam hidupnya bukan
semata-mata ditentukan oleh tingginya kecerdasan intelektual, tapi oleh faktor
kemantapan emosional yang ahlinya yaitu Daniel Goleman disebut Emotional
Intelegence (kecerdasan emosional).[7]
Bedasarkan pengamatannya, banyak orang yang gagal dalam
hidupnya bukan karena kecerdasan intelektualnya rendah, namun mereka kurang
memiliki kecerdasan emosional mekipun intelegensinya berada pada tingkatan
rata-rata. Tidak sedikit orang yang sukses dalamnya hidupnya karena memilki
kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini semakin perlu di pahami, dimilki
dan diperhatikan dalam pengembangannya karena mengingat kehidupan dewasa ini
semakin kompleks. Kehidupan yang sangat kompleks ini memberikan dampak yang sangat
buruk terhadap konstelasi kehidupan emosional individu. Dalam hal ini Daniel
Goleman mengemukakan hasil survei terhadap para orang tua dan guru yang
hasilnya bahwa ada kecenderungan yang sama di seluruh dunia, yaitu generasi
sekarang banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya,
mereka lebih kesepian dan pemurung, lebih bringasan dan kurang menghargai sopan
santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif.[8]
2.2 Hubungan
Antara Kecerdasam Emotoanal dan Kecerdasan Intelektual
Pada dasarnya
orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal
kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar.
Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk
bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir
secara rasional.[9] Oleh
karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus
disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses
berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence
Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan
demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan
seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence
Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari
pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd
Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis
Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan
oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ
tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet.[10]
Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari
setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari
setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Inti
kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam
diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat
badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen
seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai
15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan.
Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan.
Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk
orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami
penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat kecerdasan
seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient)
memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut
penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar
umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic)
yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang
cukup.
IQ atau daya
tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada
sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi
memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang
kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping
faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan
emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai
berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak
dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya
akan cepat dan banyak.
Kecerdasan Emosional (EQ)
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan
oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan
psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua
potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional
digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ),
sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.[11]
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional
Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan
seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun
faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang
berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi
perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam
dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa
mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan
kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang
lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi
emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai
segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai
kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling
menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa
hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di
dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.
Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan
individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri
sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan
dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu
sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari
orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori
emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock,
1994).[12]
1. Kemampuan mengenal emosi diri adalah
kemampuan menyadari perasaan sendiri pada saat perasaan itu muncul dari
saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya, dan mengendalikan dirinya, dan
mampu membuat keputusan yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh
emosinya.
2. Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan
menyelaraskan perasaan (emosi) dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara
harmoni kehidupan individunya dengan lingkungannya/orang lain.
3. Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu
kemampuan memahami emosi orang lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan
pemahaman tersebut kepada orang lain yang dimaksud.
4. Kemampuan memotivasi diri merupakan
kemampuan mendorong dan mengarahkan segala daya upaya dirinya bagi pencapaian
tujuan, keinginan dan cita-citanya. Peran memotivasi diri yang terdiri atas
antusiasme dan keyakinan pada diri seseorang akan sangat produktif dan efektif
dalam segala aktifitasnya
5. Kemampuan mengembangkan hubungan adalah
kemampuan mengelola emosi orang lain atau emosi diri yang timbul akibat
rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain secara memuaskan dan mampu berfikir secara rasional
(IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu
menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi,
mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen. Makanya,
orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan
merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat
dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber
informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat
lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya
sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan
menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indra.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah
kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi.
Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang
tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua
pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik,
sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut dapat
merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat .
Di samping itu, kecerdasan emosional
mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan
mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan
bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) sepertiself
awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi
diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain
(interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social
skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain
secara baik .
Kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan
maupun menyakitkan. Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh
orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu mengendalikan emosinya
dalam berkomunikasi.
Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian
menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu"
. Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang
dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang
tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat ,
integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam
yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan
melayani.
3.3 Peran IQ dan EQ dalam Keberhasilan Belajar Siswa
Tak dapat dipungkiri bahwa IQ
mempunyai peran yang besar dalam menentukan keberhasilan seseorang, namun IQ
bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan seseorang. Oleh karena keberhasilan
manusia bukan hanya faktor intelegensi saja, tetapi juga faktor emosi turut
bermain dalam menetukan keberhasilan seseorang. Pada dasarnya emosi adalah
dorongan untuk bertindak yang mempengaruhi reaksi seketika untuk mengatasi
masalah. Sehingga emosi yang cerdas akan memperngaruhi tindakan anak dalam
mengatasi masalah. Sehingga emosi yang cerdas akan mempengaruhi tindakan anak
dalam mengatasi masalah, mengendalikan diri, semangat, tekun, serta mampu
memotivasi diri sendiri yang terwujud dalam hal-hal berikut ini:
1. Motivasi belajar
2. Pandai
3. Memiliki minat
4. Konsentrasi
5. Mampu membaur dari dengan lingkungan
Ciri-Ciri Siswa dengan Kecerdasan
Ekstrem yang dimaksud dengan siswa dengan kecerdasan ekstrem adalah siswa yang memiliki tingkat
kecerdasan kurang/rendah, yang biasa dikenal dengan keterbelakangan mental dan
siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi yang dikenal dengan berbakat
secara intelektual atau keterbakatan.
A. Keterbelakangan Mental
Hallahan dan Kauffman (1994)
mengemukakan keterbelakangan mental sebagai adanya keterbatasan dalam fungsi,
yang mencakup fungsi intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan
dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan adaptif, seperti
komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan, sosial, kesehatan dan keamanan,
fungsi akademis dan waktu luang.
a. Ciri-ciri Anak Keterbelakangan Mental
1. Keterbelakangan mental ringan sering disebut sebagai mampu didik
[13]2. Keterbelakangan mental menengah sering disebut dengan mampu latih
3. Keterbelakangan mental berat, mereka memperlihatkan banyak masalah.
4. Keterbelakangan mental parah, memiliki masalah yang serius, baik menyangkut
kondisi fisik, intelegensia serta program pendidikan yang tepat bagi mereka.
b. Penyebab keterbelakangan mental bisa bersumber dari dalam maupun dari luar,
sebagai berikut:
Penyebab dari luar, misalnya
keracunan sewaktu ibu hamil, kesehatan yang buruk pada saat ibu hamil, kerusakan
otak pada saat kelahiran, panas dangat tinggi, gangguan pada otak, gangguan
fisiologis, dan pengaruh lingkungan budaya.
Penyebab dari dalam, misalnya
faktor keturunan.
1. Indikator Anak Berbaka
2. Kemampuan motorik lebih awal.
3. Kemampuan untuk berbicara dengan kalimat yang lengkap.
4. Perbandingan perkembangan antara anak satu dengan yang lainnya, dimana anak
berbakat cenderung menyukai permainan yang merangsang daya khayalnya
5. Daya ingat yang baik
c. Ciri-ciri Anak Berbakat
1. Kelancaran berbahasa
2. Rasa ingin tahu yang bersifat pengetahuan
3. Kemampuan berpikir kritis
4. Kemampuan bekerja mandiri
5. Ulet
6. Rasa tanggung jawab terhadap tugas
7. Tingkah laku yang terarah pada tujuan
8. Cermat dalam mengamati
9. Sering mengungkapkan gagasan baik atau pendapat baru
10. Senang membuat benda/barang dari bahan yang ada dalam lingkungannya.
Faktor-Faktor
yang mempengaruhi Perkembanga Intelektual
Hal-hal
yang mempengaruhi perkembangan intelektual itu antara lain:
a. Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak)
seseorang sehingga ia mampu berfikir reflektif.
b. Banyaknya pengalaman dan
latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berfikir
proposiona.
c. Adanya
kebebasan berfikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam
menyusun hipotesis yang radikal, kebebasan menjejaki masalah secara
keseluruhan.
Perkembangan
intelektual sebenarnya diperngaruhi oleh dua faktor utama,
yaitu hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua
faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri melainkan
seringkali merupakan resultan dari interaksi keduanya. Pengaruh faktor
hereditas dan lingkungan terhadap perkembangan intelektual itu dapat dijelaskan
berikut ini.
1. Faktor Hereditas
1. Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat
yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa
kemungkinan apakah akan menjadi kemampuan berfikir setara normal, di atas
normal atau di bawah normal. Namun, potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud
secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang.
Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual
anak.
2. Faktor Lingkungan
Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya
dalam memengaruhi perkembangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a. Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga
atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi
anak untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan, misalnya memberi kesempatan
kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut,
memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan,
alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas
anak. Memberi kesempatan atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian
orangtua.
b. Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggungjawab
untuk meningkatkan perkembangan anak tersebut perkembangan berpikir anak. Dalam
hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak
di tangannya. Beberapa cara diantaranya adalah sebagai berikut :
1)
Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
2) Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan pengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan intelektual anak.
2) Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan pengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan intelektual anak.
3)
Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga
maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir
peserta didik.
4) Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya.
4) Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Intelektual adalah kecakapan mental, yang menggambarkan kemampuan
berfikir. Tes Intelegensi yang terkenal adalah tes Binet-Simon. Hail tes
Intelegensi dinyatakan dalam bentuk nilai IQ, dan hal ini banyak gunanya karena
tingkat intelegensi berpengaruh terhadap banyak aspek.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan
seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh
lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari
orang tuanya.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai
kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling
menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa
hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di
dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual. bahwa kecerdasan emosianal anak
dan intelektual sangan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak
3.2 Saran
Sebaiknya,
untuk mengetahui tingkat perkembangan intelektual seseorang harus dilakukan
berdasarkan tahap-tahapnya, sesuai dengan perkembangan umur mereka. Walaupun
intelegensi tersebut merupakan bawaan sejak lahir atau yang dikenal dengan
faktor hereditas, namun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam
perkembangan intelek seseorang. Untuk itu, agar perkembangan intelek berkembang
dengan baik maka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut.
Hanya saja, agar pertumbuhan itu mencapai hasil yang
maksimal harus mempertahankan faktor-faktor pendukungnya. semonga pembaaca
dapat memahami serta mengaplikasikan teori ini dalam proses belajarnya,
DAFTAR PUSTAKA
Djarkawi,
M.Pd. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Ngalim,
Purwanto M. MP. Psikologi Pendidikan, Bandung
:PT. Remaja Rosdakarya.
Piaget, J.1947.La Psychologie de Intelligene. Paris ; Librairie Armand Colin
Piaget, J.1947.La Psychologie de Intelligene. Paris ; Librairie Armand Colin
Sarwono,
Sarlito W. 1991 . Psikologis Pendidikan . Jakarta : Rajawali
Perss
Puspita, Widaya Ayu. 2008. Perkembangan Emosi Anak. http://www.bppnfi-reg4.net/index.php/perkembangan-emosi-anak.html. diakses pada tanggal 17 April
2014
[1] Piaget (dalam Shaffer, 1996)
[2] Utami Munandar (1986)
[3] Goleman, Working With
Emotional ( 1998)
[4]Daniel
Goleman (2002 : 141)
[5] Ekman
(1980,1989); Izard (1971,1977)
[6] Woolfson, (2005:8)
[7] Daniel
Goleman (2002; 149)
[8] Daniel Goleman
[9] David Wechsler
[10] Alferd Binet , Psikologi
Perkembangan
[11] Daniel Golleman, Emotional
Intelligence (1995)
[12] Santrock, (1994)
[13] Hallahan dan
Kauffman (1994)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar