Tanggung Jawab Orang Tua dalam
Pendidikan
( Haqqul Al-Walad Ala Waalidihi )
( Haqqul Al-Walad Ala Waalidihi )
Di Ajukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
“Quran Hadist”
Dosen
Pembimbing :
Asma Nailil
Disusun Oleh :
1. Ika
Ayu Novitasari (201305260034)
2. Amirotul
Khikmah (201305260024)
3. Fitri
Ika Andriyani (201305260049)
4. Budi
Susilo (201305260068)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Allah yang
maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Alhamdulillah berkat rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Tanggung Jawab Orang Tua
dalam Pendidikan”.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah abadikan kepada baginda
besar Nabi Muhammad SAW, karena dengan perjuangan beliau kita bisa merasakan
indahnya dunia, hidup dalam naunga
Kepada pembaca yang budiman, jika
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam makalah ini, kami pribadi meminta maaf ,
karna kami masih dalam tahap belajar, tak lupa kami mengucapkan terimahkasih kepada semua pembacan islam
serta agama paling di ridhoi oleh Allah SWT.
Selanjutnya,
kritik serta saran dari pembaca sangat kami harapkan.
Sidoarjo, 22 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
........................................................................................................... 1.1
Latar Belakang 1
1.2
Rumusam Masalah....................................................................... 2
1.3
Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
2.1 Pengertian Tanggung Jawab........................................................ 3
2.2 Pengertian Pendidikan ................................................................ 4
2.3 Hadits Tentang Tanggung Jawab Orang Tua
Terhadap Pendidikan 4
BAB III PENUTUP........................................................................................ 13
3.1
Simpulan...................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendidikan
adalah sebuah aktivitas manusia yang memiliki maksud mengembangkan individu
sepenuhnya. Islam merupakan agama yang sangat menekankan pendidikan bagi
manusia. Hal itu terbukti dengan adanya banyak hadits yang menunjukkan tentang pendidikan. Pendidikan Islam
merupakan pendidikan yang bersumber dari al-Hadits
sebagai sumber utama agama Islam.
Pendidikan
Islam merupakan pendidikan yang digunakan untuk membina manusia dari kecil
sampai mati. Karena pendidikan Islam merupakan pendidikan seumur hidup, maka
perlu dibedakan antara pendidikan orang dewasa dan pendidikan anak-anak.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang memperhatikan perkembangan jiwa anak.
Oleh karena itu, Akhyak mengatakan dalam bukunya, pendidikan yang tidak
berorientasi pada perkembangan kejiwaan akan mendapatkan hasil yang tidak
maksimal, bahkan bisa membawa kepada kefatalan anak, karena anak tumbuh dan
berkembang sesuai dengan irama dan ritme perkembangan kejiwaan anak.
Masing-masing periode perkembangan anak memiliki tugas-tugas perkembangan yang
harus dipenuhi anak secara baik tanpa ada hambatan.
Pernyataan di atas,
mengisyaratkan bahwa sebenarnya orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat
besar terhadap pendidikan anaknya. Dan keluarga yang merupakan lembaga
pendidikan yang pertama dan utama tersebut, wajib memberikan pendidikan agama
Islam dan menjaga anaknya dari api neraka. Maka dari itu, penulis akan
menguraikan lebih lengkap mengenai tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan
anaknya yang ditinjau dari hadits dalam tulisan berikut ini.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1) Apa
pengertian tanggung jawab ?
2) Apa pengertian pendidikan ?
3) Apa hadist tentang tanggung jawab orang tua terhadap
pendidikan ?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1)
Untuk mengetahui pengertian tanggung
jawab.
2)
Untuk mengetahui pengertian pendidikan.
3)
Untuk mengetahui hadist tentang tanggung jawab orang tua
terhadap pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tanggung
Jawab
Tanggung jawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia W.J. S.Poerwadarminta
adalah “keadaan wajib menanggung segala sesuatunya” artinya jika ada sesuatu
hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya. Tanggung jawab
ini pula memiliki arti yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala
resikonya”.
Seperti
yang disampaikan oleh Al-Hadits, Shahih Bukhari Muslim “Setiap orang dari kamu
adalah pemimpin, dan kamu bertanggung jawab atas kepemimpinan itu”.
Makna dari
istilah tanggung jawab adalah siap menerima kewajiban atau tugas. Arti tanggung
jawab di atas semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang.
Tanggung
jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang
disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat
sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Tanggung
jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia,
bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau
bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung jawab itu.
Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi
pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain. Dan sisi si pembuat ia
harus menyadari akibat perbuatannya itu, dengan demikian ia sendiri pula yang
hams memulihkan ke dalam keadaan baik. Dan sisi pihak lain, apabila si pembuat
tidak mau bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik dengan cara
individual maupun dengan cara kemasyarakatan.
2.2. Pengertian
Pendidikan
Pendidikan dari segi
bahasa berasal dari kata dasar didik,
dan diberi awalan men,menjadi mendidik,yaitu kata kerja yang artinya
memelihara dan memberi latihan (ajaran). Pendidikan sebagai kata benda, berarti
proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Pendidikan adalah suatu
aktivitas sosial penting yang berfungsi mentransformasikan keadaan suatu
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Keterkaitan pendidikan dengan
keadaan sosial sangat erat sehingga pendidikan mungkin mengalami proses
spesialisasi dan institusionalisasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
kompleks dan modern. Meskipun demikian, proses pendidikan secara menyeluruh
tidak bisa dilepaskan dari proses pendidikan informal yang berlangsung di luar
sekolah.
2.3 Hadits Tentang Tanggung
Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan
Banyak hadits yang mengisyaratkan tentang tanggung
jawab terhadap pendidikan anaknya, walaupun tidak secara langsung. Hadits
tersebut dapat berupa hadits tentang pengajaran orang tua kepada anaknya
tentang tauhid, tentang shalat dan lain sebagainya. Penulis akan menerangkan
hadits-hadits tersebut masuk dalam kalimat atau paragraf.
Dalam rangka menanamkan aqidah kepada anak, pertama
kali yang dilakukan oleh orang tua mengajarkan kalimat syahadat kepada anak,
dengan memperdengarkan kalimat tersebut kepada anak. Maka sebagai orang tua
yang bijaksana dan mempunyai pengetahuan yang tinggi harus mengerti hal
tersebut selain mampu mengajari anaknya untuk berpikir dan memberikan ilmu
kepada anaknya tersebut. Hal itu sesuai dengan hadits Nabi sebagai berikut:
عن عكرمة عن
ابن عباس مرفوعا : إفتحوا على صبيانكم أول كلمة (لا إله إلا الله).
Artinya: Dari
Ikrimah, dari Ibn Abbas yang merupakan hadits marfu’. Ajarkanlah anakmu
kalimat lailaha illa allah.
Dalam hadits lain disebutkan:
سمعت رسول
الله صلى الله عليه وسلم يقول : « من ربى صغيرا حتى يقول : لا إله إلا الله لم
يحاسبه الله عز وجل
Artinya: Barang
siapa yang mendidik anak kecil sampai anak tersebut mengatakan Laila ha illa
Allah, maka ia tidak dihisab.
Ibn Qayyim, sebagaimana yang dikutip Suwaid,
mengatakan “Di awal waktu ketika anak-anak mulai bisa berbicara, hendaklah
mendiktekan kepada mereka kalimat la ilaha illallah Muhammad Rasulullah dan
hendaklah sesuatu yang pertama kali didengar oleh telinga mereka adalah la
ilaha illallah (mengenal Allah) dan mentauhidkan-Nya”.
Pendidikan
akhlak yang diberikan oleh orang tua yang merupakan lanjutan dari pendidikan
aqidah yang diberikan sebelumnya. Bentuk pendidikan akhlak berupa nasehat agar
anak mau berbakti kepada orang tua, mentaatinya dan memenuhi segala haknya.
Pendidikan akhlak biasanya dilakukan dengan mengandalkan jasa ibu. Ini menurut
Mufarakah, “disebabkan karena “peranan bapak” dalam konteks kelahiran anak
lebih ringan daripada peranan ibu.” Setelah pembuahan, semua proses selama
dalam kandungan sampai kelahiran anak dipikul ibu. Tidak berhenti sampai
disitu, tetapi masih berkelanjutan sampai proses menyusui, bahkan lebih dari
itu. Besarnya peran ibu tersebut, sampai-sampai disebut khusus oleh Nabi dalam
haditsnya, sebagai berikut:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ
النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ
قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Artinya: Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata: seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW
kemudian berkata: Ya Rasulullah siapa manusia yang paling berhak ku hormati,
Nabi bersabda: Ibumu. Laki-Laki itu berkata: kemudian siapa? Nabi bersabda:
kemudian ibumu. Laki-Laki itu berkata: kemudian siapa? Nabi bersabda: kemudian
ibumu. Laki-Laki itu berkata: kemudian siapa? Nabi bersabda: kemudian bapakmu.
Anak tidak akan mampu melakukan kebaktian tersebut
tanpa adanya bimbingan dari orang tua atau keluarga. Maka orang tua harus
senantiasa memberi kasih sayang dan membimbing anaknya tersebut. Dengan
pemberian kasih sayang dan pendidikan diharapkan anak akan menjadi taat dan mau
berbakti kepada orang tua, karena orang tua telah berjasa kepadanya.
Anak dalam perkembangannya selalu terpengaruh oleh
lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, orang tua harus mampu memfilter segala
hal yang dapat berpengaruh buruk kepada diri anak. Namun jangan sekali-kali
orang tua melarang anaknya untuk bermain dengan teman-temannya, karena larangan
itu akan membuat anak menjadi tidak pandai bergaul dan akan berdampak
buruk dalam perkembangan berikutnya. Namun hendaknya orang tua mengarahkan agar
anaknya bergaul dengan teman-teman yang mempunyai akhlak yang baik.
Keluarga merupakan institusi yang pertama kali bagi
anak dalam mendapatkan pendidikan dari orang tuanya. Jadi keluarga mempunyai
peran dalam pembentukan akhlak anak, oleh karena itu keluarga harus memberikan
pendidikan atau mengajar anak tentang akhlak mulia atau baik. Hal itu tercermin
dari sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh oleh
anak.
Disamping itu, dalam melakukan pendidikan akhlak
kepada anaknya, orang tua hendaknya menggunakan metode pembiasaan. Maksudnya
anak dilatih untuk berakhlak yang baik dan bertingkah laku yang sopan kepada
orang tua. Jangan sampai kedua orang tua menunjukkan kekerasan yang terjadi
antara keduanya di depan anaknya, karena hal itu akan mengakibatkan anak meniru
kekerasan tersebut dan menganggap bahwa orang tuanya tidak dapat memberi contoh
yang baik.
Dengan demikian, keluarga mempunyai kewajiban sebagai
berikut :
1.
Memberi contoh kepada anak dalam
berakhlak mulia. Sebab orang tua yang tidak berhasil menguasai dirinya tentulah
tidak sanggup meyakinkan anak-anaknya untuk memegang akhlak yang diajarkannya.
Maka sebagai orang tua harus terlebih dahulu mengajarkan pada dirinya sendiri
tentang akhlak yang baik sehingga baru bisa memberikan contoh pada
anak-anaknya.
2.
Menyediakan kesempatan kepada anak
untuk mempraktikkan akhlak mulia. Dalam keadaan bagaimanapun, sebagai orang tua
akan mudah ditiru oleh anak-anaknya, dan di sekolah pun guru sebagai wakil
orang tua merupakan orang tua yang akrab bagi anak.
3.
Memberi tanggung jawab sesuai dengan
perkembangan anak. Pada awalnya orang tua harus memberikan pengertian dulu,
setelah itu baru diberikan suatu kepercayaan pada diri anak itu sendiri.
4.
Mengawasi dan mengarahkan anak agar
selektivitas dalam bergaul. Jadi orang tua tetap memberikan perhatian kepada
anak-anak, dimana dan kapanpun orang tua selalu mengawasi dan mengarahkan,
menjaga mereka dari teman-teman yang menyeleweng dan tempat-tempat maksiat yang
menimbulkan kerusakan.
Dalam hal ini, orang tua atau keluarga selaku lembaga
pendidikan yang alami dan kodrati bagi anak harus mampu mengarahkan
anak-anaknya untuk berakhlak yang baik dan meninggalkan akhlak yang buruk
dimulai dari menghormatinya. Selain itu, orang tua juga harus mampu menjadi
teladan yang baik bagi anak-anaknya. Orang tua dilarang memerintahkan pada anak
tentang hal-hal yang dilarang agama.
Dalam menilai akhlak anak, orang tua dapat membaca
perbuatan lahir dari anak tersebut, karena perbuatan lahir merupakan tanda dan
bukti adanya akhlak. Misalnya: bila ada seorang anak yang suka memberi dengan
tetap secara terus menerus, maka hal itu menunjukkan bahwa seorang anak tersebut
berakhlak dermawan. Namun jika perbuatan itu hanya terjadi satu atau dua kali
saja, maka tidak dikatakan termasuk perbuatan akhlak. Dari sini dapat
dikemukakan bahwa syarat akhlak ada dua. Pertama, perbuatan
itu harus konstan, yang dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,
sehingga menjadi kebiasaan. Kedua perbuatan itu harus tumbuh
dengan mudah tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya
tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan pengaruh-pengaruh atau bujukan
yang indah dan sebagainya. Dan biasanya akhlak itu yang paling menonjol
dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan.
Pendidikan akhlak yang diberikan orang tua terhadap
anak sangat penting artinya dalam mewujudkan generasi yang berkualitas dan
bertaqwa kepada Allah sehingga mereka mampu dalam melaksanakan fungsi dan
tugasnya sebagai khalifah di bumi ini. Akan tetapi permasalahan yang dihadapi,
yaitu jika orang tua tersebut beragama lain atau musyrik, maka seorang anak
tidak wajib untuk menaati perintah orang tua, jika perintahnya itu berupa
hal-hal yang bertentangan dengan agama anak tersebut, yaitu agama Islam.
عَنْ عَمْرِو
بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ
سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا
بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: Perintahkan
anak-anakmu untuk melaksanakan shalat apabila mereka telah berusia tujuh tahun,
dan apabila mereka telah berusia sepuluh tahun maka pukullah mereka (apabila
tidak mau melaksanakan shalat itu) dan pisahkanlah tempat tidur mereka
Hadits yang penulis tampilkan berikutnya adalah hadits
mengenai pendidikan shalat yang diberikan orang tua kepada anaknya. Orang tua
wajib mendidik dan mengajari anaknya shalat. Penunjukan usia tujuh tahun dalam
hadits tersebut, bila ditinjau dari psikologi modern adalah tepat. Dalam usia
tujuh tahun, telinga anak telah mempu menangkap kandungan suatu perintah atau
larangan bahkan berita yang disampaikan melalui ucapan. Pengembangan seluruh
ranah itu dapat dijumpai dalam perintah mendirikan shalat secara disiplin
terhadap anak. Kesiapan demikian secara umum belum tampak jelas pada anak usia
enam tahun ke bawah.
Pengaplikasian pendidikan ibadah yang berupa shalat tersebut
dimulai dengan adanya persiapan, yaitu mengenalkan benda-benda najis,
mengenalkan tatacara bersuci, mengajarkan rukun-rukun shalat,
kewajiban-kewajiban dalam mengerjakan shalat serta hal-hal yang bisa
membatalkan shalat.
Memerintahkan anak untuk mendirikan shalat fadhu dapat
direalisasikan melalui tiga alternatif langkah :
1.
Perintah
Apabila waktu suatu shalat fardhu
telah masuk, sedang anak tampak masih sibuk dengan aktivitasnya seperti:
membaca buku pelajaran, menonton siaran televisi, bermain-main di rumah; maka
orang tua dapat secara langsung memberikan perintah lisan terhadap anak dengan
intonasi dan bahasa tubuh yang dilandasi rasa kasih sayang supaya mendirikan
shalat fardhu secara munfarid. Dan bila diperlukan, hal itu diulang
berkali-kali sampai anak berangkat untuk mengambil air wudhu atau menjalankan
shalat. Maka dari itu, orang tua harus selalu memperhatikan anaknya dan juga
perkembangan mereka, dan mengarahkan segala aktivitasnya ke arah yang positif.
2.
Ajakan
Apabila waktu suatu shalat fardhu
telah masuk, sedang anak tampak masih sibuk dengan aktivitasnya seperti:
membaca buku pelajaran, menonton siaran televisi, bermain-main di rumah; maka
orang tua dapat secara langsung mengajak anaknya untuk bersama-sama menjalankan
shalat. Namun jika anak masih tidur pulas, seperti pada waktu shalat subuh,
maka orang tua dapat membangunkannya dengan penuh kasih sayang, baik dengan
dipanggil dengan pelan, dirangkul atau dipapah untuk menuju ke tempat berwudhu.
3.
Pengawasan
Menurut Marimba, “anak-anak bersifat
pelupa, lekas melupakan larangan-larangan atau perintah yang baru saja
diberikan kepadanya. Oleh sebab itu, maka sebelum kesalahan itu berlangsung
lebih jauh, selalu ada usaha-usaha koreksi dan pengawasan”. Maka orang tua diharapkan
mampu mengawasi kedisiplinan anaknya dalam menjalankan shalat.
Konsekuensi yang diambil jika anak disiplin dalam
menjalankan shalat adalah memberikanreward kepadanya. Jika anak lalai menjalankan shalat yang
pertama adalah diperingatkan. Namun apabila umurnya sudah mencapai sepuluh
tahun sebagaimana yang disebutkan dalam hadits diatas, maka orang tua perlu
bertindak dengan memukulnya dengan pukulan yang tidak terlalu keras, yang
fungsinya sebagai hukuman kepada anak tersebut karena telah lalai dalam
menjalankan shalat. Hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh
pendidik. Kalau dalam hadits tersebut disebutkan dengan hukuman fisik yaitu
dengan pukulan, hal itu bisa diartikan secara umum, yaitu berupa hukuman fisik,
psikis dan sosial.
Hukuman ini dilakukan kepada anak agar anak tidak
berbuat hal yang menyebabkan adanya hukuman tersebut. Hukuman juga menjadikan
anak disiplin dalam melaksanakan shalat. Pada taraf yang lebih tinggi, akan
membuat anak menjadi insyaf. Berbuat atau tidak berbuat bukan karena takut akan
hukuman, melainkan karena keinsyafan sendiri.
Sepanjang masih dalam batas-batas yang diizinkan,
hukuman yang diterapkan pendidik terhadap peserta didik dapat dibenarkan. Namun
apabila hukuman yang diterapkan tersebut sampai menganiaya anak didik, maka
tidak dapat dibenarkan lagi. Berkaitan dengan cara mendidik anak dalam
pelaksanaan ibadah yang berupa shalat dapat dikemukakan, bahwa pada mulanya
anak dididik dan diperintah untuk menjalankan shalat dengan kasih sayang dan
lemah lembut, akan tetapi jika anak masih tetap tidak mau menjalankan shalat,
maka boleh beralih ke cara yang lain dan pemukulan merupakan alternatif
terakhir dalam hal itu.
Karena kesadaran yang dibentuk dari metode nasehat dan
kasih sayang akan berbeda dengan kesadaran yang dibentuk dari metode hukuman
dan kekerasan. Apapun alasannya, hukuman dan kekerasan tidak boleh digunakan
untuk mendidik anak, terlebih lagi dalam pendidikan ibadah, selama masih
dimungkinkan menggunakan metode yang lain.
Mengajari anak untuk mendirikan shalat, berarti
melatih mereka untuk mengingat Allah swt, dalam waktu-waktu yang berurutan pada
pagi hari, siang hari, dan sore hari, juga malam hari. Melatih anak untuk
terbiasa mendirikan shalat 5 waktu dengan tertib dan disiplin berarti melatih anak
untuk berkomunikasi dan berhubungan secara lebih dekat dengan Allah swt,
sekaligus menerapkan kedisiplinan waktu kepada mereka. Hal ini jelas
menumbuhkan kesadaran dan sifat amanah yang besar sekali peranannya ketika anak
sudah mencapai usia dewasa nanti, baik untuk individu, masyarakat, bangsa dan
negara, di segala bidang.
Sesuai dengan tingkat pertambahan usia dan
perkembangan kognitif anak, maka keimanan anak kepada Allah perlu juga
ditingkatkan dengan cara melaksanakan ibadah yang berupa shalat 5 waktu.
Melatih anak untuk mendirikan shalat 5 waktu dengan kontinue berarti juga
melatih mereka untuk belajar mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
Setelah anak mampu untuk kontinue melaksanakan shalat
5 waktu, maka yang selanjutnya adalah melatih dan mengajak anak untuk
melaksanakan shalat sunnah, yang dimulai dengan memberi tahu anak tentang
shalat sunnah, kemudian memberi pemahaman kepada anak tentang hikmah shalat
sunnah, sehingga anak tertarik untuk menjalankan shalat sunnah dan melaksanakan
shalat sunnah, walaupun hanya 1 kali sehari. Namun bila hal itu menjadi
kebiasaan, maka lama-kelamaan anak akan merasakan nikmatnya melaksanakan
shalat. Sehingga anak menganggap bahwa shalat tidak lagi sebagai beban atau
kewajiban, namun shalat sebagai kebutuhan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan
adalah sebuah aktivitas manusia yang memiliki maksud mengembangkan individu
sepenuhnya. Islam merupakan agama yang sangat menekankan pendidikan bagi
manusia. Hal itu terbukti dengan adanya banyak hadits yang menunjukkan tentang pendidikan. Pendidikan Islam
merupakan pendidikan yang bersumber dari al-Hadits
sebagai sumber utama agama Islam.
Pendidikan
Islam merupakan pendidikan yang digunakan untuk membina manusia dari kecil
sampai mati. Karena pendidikan Islam merupakan pendidikan seumur hidup, maka
perlu dibedakan antara pendidikan orang dewasa dan pendidikan anak-anak.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang memperhatikan perkembangan jiwa
anak.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Pendidikan
adalah suatu aktivitas sosial penting yang berfungsi mentransformasikan keadaan
suatu masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Dari pernyataan di atas,
mengisyaratkan bahwa sebenarnya orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat
besar terhadap pendidikan anaknya. Dan keluarga yang merupakan lembaga
pendidikan yang pertama dan utama tersebut, wajib memberikan pendidikan agama
Islam dan menjaga anaknya dari api neraka.
DAFTAR PUSTAKA
Ashraf, Ali, Horizon Baru Pendidikan
Islam, terj. Sori Siregar, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
Majid Abdul. 2012.
Hadist Tarbawi. Jakarta : Ghalia
Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1987.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar