Selasa, 21 Oktober 2014

Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan

Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan
( Haqqul Al-Walad Ala Waalidihi )


Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Quran Hadist



Dosen Pembimbing   :

Asma Nailil

 




Disusun Oleh       :

1.     Ika Ayu Novitasari                  (201305260034)
2.     Amirotul Khikmah                 (201305260024)
3.     Fitri Ika Andriyani                   (201305260049)
4.     Budi Susilo                    (201305260068)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA
TAHUN 2014



KATA PENGANTAR


Dengan menyebut asma Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Alhamdulillah berkat rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan”.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah abadikan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, karena dengan perjuangan beliau kita bisa merasakan indahnya dunia, hidup dalam naunga
Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam makalah ini, kami pribadi meminta maaf , karna kami masih dalam tahap belajar, tak lupa kami mengucapkan terimahkasih kepada semua pembacan islam serta agama paling di ridhoi oleh Allah SWT.
Selanjutnya, kritik serta saran dari pembaca sangat kami harapkan.





Sidoarjo, 22 September 2014




Penulis












DAFTAR ISI





COVER....................................................................................................................            i
KATA PENGANTAR............................................................................................           ii
DAFTAR ISI............................................................................................................          iii
BAB I             PENDAHULUAN...........................................................................           1
                        ........................................................................................................... 1.1 Latar Belakang                  1
                        1.2 Rumusam Masalah.......................................................................           2
                        1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................           2

BAB II            PEMBAHASAN..............................................................................           3

                        2.1 Pengertian Tanggung Jawab........................................................           3
                        2.2 Pengertian Pendidikan ................................................................           4
                        2.3 Hadits Tentang Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan                    4

BAB III          PENUTUP........................................................................................         13

                        3.1 Simpulan......................................................................................         13
                       

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................         14







BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pendidikan adalah sebuah aktivitas manusia yang memiliki maksud mengembangkan individu sepenuhnya. Islam merupakan agama yang sangat menekankan pendidikan bagi manusia. Hal itu terbukti dengan adanya banyak hadits yang menunjukkan tentang pendidikan. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bersumber dari al-Hadits sebagai sumber utama agama Islam.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang digunakan untuk membina manusia dari kecil sampai mati. Karena pendidikan Islam merupakan pendidikan seumur hidup, maka perlu dibedakan antara pendidikan orang dewasa dan pendidikan anak-anak. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang memperhatikan perkembangan jiwa anak. Oleh karena itu, Akhyak mengatakan dalam bukunya, pendidikan yang tidak berorientasi pada perkembangan kejiwaan akan mendapatkan hasil yang tidak maksimal, bahkan bisa membawa kepada kefatalan anak, karena anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan irama dan ritme perkembangan kejiwaan anak. Masing-masing periode perkembangan anak memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi anak secara baik tanpa ada hambatan.
Pernyataan di atas, mengisyaratkan bahwa sebenarnya orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap pendidikan anaknya. Dan keluarga yang merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama tersebut, wajib memberikan pendidikan agama Islam dan menjaga anaknya dari api neraka. Maka dari itu, penulis akan menguraikan lebih lengkap mengenai tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya yang ditinjau dari hadits dalam tulisan berikut ini.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1)      Apa pengertian tanggung jawab ?
2)      Apa pengertian pendidikan ?
3)      Apa hadist tentang tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan ?


1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah  ini adalah sebagai berikut :
1)    Untuk mengetahui pengertian tanggung jawab.
2)    Untuk mengetahui pengertian pendidikan.
3)   Untuk mengetahui hadist tentang tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia W.J. S.Poerwadarminta adalah “keadaan wajib menanggung segala sesuatunya” artinya jika ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya. Tanggung jawab ini pula memiliki arti yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya”.
Seperti yang disampaikan oleh Al-Hadits, Shahih Bukhari Muslim “Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan kamu bertanggung jawab atas kepemimpinan itu”.
Makna dari istilah tanggung jawab adalah siap menerima kewajiban atau tugas. Arti tanggung jawab di atas semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain. Dan sisi si pembuat ia harus menyadari akibat perbuatannya itu, dengan demikian ia sendiri pula yang hams memulihkan ke dalam keadaan baik. Dan sisi pihak lain, apabila si pembuat tidak mau bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik dengan cara individual maupun dengan cara kemasyarakatan.
2.2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata dasar didik, dan diberi awalan men,menjadi mendidik,yaitu kata kerja yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran). Pendidikan sebagai kata benda, berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial penting yang berfungsi mentransformasikan keadaan suatu masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Keterkaitan pendidikan dengan keadaan sosial sangat erat sehingga pendidikan mungkin mengalami proses spesialisasi dan institusionalisasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang kompleks dan modern. Meskipun demikian, proses pendidikan secara menyeluruh tidak bisa dilepaskan dari proses pendidikan informal yang berlangsung di luar sekolah.
2.3 Hadits Tentang Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan
Banyak hadits yang mengisyaratkan tentang tanggung jawab terhadap pendidikan anaknya, walaupun tidak secara langsung. Hadits tersebut dapat berupa hadits tentang pengajaran orang tua kepada anaknya tentang tauhid, tentang shalat dan lain sebagainya. Penulis akan menerangkan hadits-hadits tersebut masuk dalam kalimat atau paragraf.
Dalam rangka menanamkan aqidah kepada anak, pertama kali yang dilakukan oleh orang tua mengajarkan kalimat syahadat kepada anak, dengan memperdengarkan kalimat tersebut kepada anak. Maka sebagai orang tua yang bijaksana dan mempunyai pengetahuan yang tinggi harus mengerti hal tersebut selain mampu mengajari anaknya untuk berpikir dan memberikan ilmu kepada anaknya tersebut. Hal itu sesuai dengan hadits Nabi sebagai berikut:
عن عكرمة عن ابن عباس مرفوعا : إفتحوا على صبيانكم أول كلمة (لا إله إلا الله).
Artinya: Dari Ikrimah, dari Ibn Abbas yang merupakan hadits marfu’. Ajarkanlah anakmu kalimat lailaha illa allah.
Dalam hadits lain disebutkan:
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « من ربى صغيرا حتى يقول : لا إله إلا الله لم يحاسبه الله عز وجل
Artinya: Barang siapa yang mendidik anak kecil sampai anak tersebut mengatakan Laila ha illa Allah, maka ia tidak dihisab.
Ibn Qayyim, sebagaimana yang dikutip Suwaid, mengatakan “Di awal waktu ketika anak-anak mulai bisa berbicara, hendaklah mendiktekan kepada mereka kalimat la ilaha illallah Muhammad Rasulullah dan hendaklah sesuatu yang pertama kali didengar oleh telinga mereka adalah la ilaha illallah (mengenal Allah) dan mentauhidkan-Nya”.
Pendidikan akhlak yang diberikan oleh orang tua yang merupakan lanjutan dari pendidikan aqidah yang diberikan sebelumnya. Bentuk pendidikan akhlak berupa nasehat agar anak mau berbakti kepada orang tua, mentaatinya dan memenuhi segala haknya. Pendidikan akhlak biasanya dilakukan dengan mengandalkan jasa ibu. Ini menurut Mufarakah, “disebabkan karena “peranan bapak” dalam konteks kelahiran anak lebih ringan daripada peranan ibu.” Setelah pembuahan, semua proses selama dalam kandungan sampai kelahiran anak dipikul ibu. Tidak berhenti sampai disitu, tetapi masih berkelanjutan sampai proses menyusui, bahkan lebih dari itu. Besarnya peran ibu tersebut, sampai-sampai disebut khusus oleh Nabi dalam haditsnya, sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW kemudian berkata: Ya Rasulullah siapa manusia yang paling berhak ku hormati, Nabi bersabda: Ibumu. Laki-Laki itu berkata: kemudian siapa? Nabi bersabda: kemudian ibumu. Laki-Laki itu berkata: kemudian siapa? Nabi bersabda: kemudian ibumu. Laki-Laki itu berkata: kemudian siapa? Nabi bersabda: kemudian bapakmu.
Anak tidak akan mampu melakukan kebaktian tersebut tanpa adanya bimbingan dari orang tua atau keluarga. Maka orang tua harus senantiasa memberi kasih sayang dan membimbing anaknya tersebut. Dengan pemberian kasih sayang dan pendidikan diharapkan anak akan menjadi taat dan mau berbakti kepada orang tua, karena orang tua telah berjasa kepadanya.
Anak dalam perkembangannya selalu terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, orang tua harus mampu memfilter segala hal yang dapat berpengaruh buruk kepada diri anak. Namun jangan sekali-kali orang tua melarang anaknya untuk bermain dengan teman-temannya, karena larangan itu akan membuat anak menjadi tidak pandai bergaul dan  akan berdampak buruk dalam perkembangan berikutnya. Namun hendaknya orang tua mengarahkan agar anaknya bergaul dengan teman-teman yang mempunyai akhlak yang baik.
Keluarga merupakan institusi yang pertama kali bagi anak dalam mendapatkan pendidikan dari orang tuanya. Jadi keluarga mempunyai peran dalam pembentukan akhlak anak, oleh karena itu keluarga harus memberikan pendidikan atau mengajar anak tentang akhlak mulia atau baik. Hal itu tercermin dari sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh oleh anak.
Disamping itu, dalam melakukan pendidikan akhlak kepada anaknya, orang tua hendaknya menggunakan metode pembiasaan. Maksudnya anak dilatih untuk berakhlak yang baik dan bertingkah laku yang sopan kepada orang tua. Jangan sampai kedua orang tua menunjukkan kekerasan yang terjadi antara keduanya di depan anaknya, karena hal itu akan mengakibatkan anak meniru kekerasan tersebut dan menganggap bahwa orang tuanya tidak dapat memberi contoh yang baik.
Dengan demikian, keluarga mempunyai kewajiban sebagai berikut :
1.    Memberi contoh kepada anak dalam berakhlak mulia. Sebab orang tua yang tidak berhasil menguasai dirinya tentulah tidak sanggup meyakinkan anak-anaknya untuk memegang akhlak yang diajarkannya. Maka sebagai orang tua harus terlebih dahulu mengajarkan pada dirinya sendiri tentang akhlak yang baik sehingga baru bisa memberikan contoh pada anak-anaknya.
2.    Menyediakan kesempatan kepada anak untuk mempraktikkan akhlak mulia. Dalam keadaan bagaimanapun, sebagai orang tua akan mudah ditiru oleh anak-anaknya, dan di sekolah pun guru sebagai wakil orang tua merupakan orang tua yang akrab bagi anak.
3.    Memberi tanggung jawab sesuai dengan perkembangan anak. Pada awalnya orang tua harus memberikan pengertian dulu, setelah itu baru diberikan suatu kepercayaan pada diri anak itu sendiri.
4.    Mengawasi dan mengarahkan anak agar selektivitas dalam bergaul. Jadi orang tua tetap memberikan perhatian kepada anak-anak, dimana dan kapanpun orang tua selalu mengawasi dan mengarahkan, menjaga mereka dari teman-teman yang menyeleweng dan tempat-tempat maksiat yang menimbulkan kerusakan.
Dalam hal ini, orang tua atau keluarga selaku lembaga pendidikan yang alami dan kodrati bagi anak harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk berakhlak yang baik dan meninggalkan akhlak yang buruk dimulai dari menghormatinya. Selain itu, orang tua juga harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Orang tua dilarang memerintahkan pada anak tentang hal-hal yang dilarang agama.
Dalam menilai akhlak anak, orang tua dapat membaca perbuatan lahir dari anak tersebut, karena perbuatan lahir merupakan tanda dan bukti adanya akhlak. Misalnya: bila ada seorang anak yang suka memberi dengan tetap secara terus menerus, maka hal itu menunjukkan bahwa seorang anak tersebut berakhlak dermawan. Namun jika perbuatan itu hanya terjadi satu atau dua kali saja, maka tidak dikatakan termasuk perbuatan akhlak. Dari sini dapat dikemukakan bahwa syarat akhlak ada dua. Pertama, perbuatan itu harus konstan, yang dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan. Kedua perbuatan itu harus tumbuh dengan mudah tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan pengaruh-pengaruh atau bujukan yang indah dan sebagainya. Dan biasanya akhlak itu yang paling menonjol dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan.
Pendidikan akhlak yang diberikan orang tua terhadap anak sangat penting artinya dalam mewujudkan generasi yang berkualitas dan bertaqwa kepada Allah sehingga mereka mampu dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai khalifah di bumi ini. Akan tetapi permasalahan yang dihadapi, yaitu jika orang tua tersebut beragama lain atau musyrik, maka seorang anak tidak wajib untuk menaati perintah orang tua, jika perintahnya itu berupa hal-hal yang bertentangan dengan agama anak tersebut, yaitu agama Islam.
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: Perintahkan anak-anakmu untuk melaksanakan shalat apabila mereka telah berusia tujuh tahun, dan apabila mereka telah berusia sepuluh tahun maka pukullah mereka (apabila tidak mau melaksanakan shalat itu) dan pisahkanlah tempat tidur mereka
Hadits yang penulis tampilkan berikutnya adalah hadits mengenai pendidikan shalat yang diberikan orang tua kepada anaknya. Orang tua wajib mendidik dan mengajari anaknya shalat. Penunjukan usia tujuh tahun dalam hadits tersebut, bila ditinjau dari psikologi modern adalah tepat. Dalam usia tujuh tahun, telinga anak telah mempu menangkap kandungan suatu perintah atau larangan bahkan berita yang disampaikan melalui ucapan. Pengembangan seluruh ranah itu dapat dijumpai dalam perintah mendirikan shalat secara disiplin terhadap anak. Kesiapan demikian secara umum belum tampak jelas pada anak usia enam tahun ke bawah.
Pengaplikasian pendidikan ibadah yang berupa shalat tersebut dimulai dengan adanya persiapan, yaitu mengenalkan benda-benda najis, mengenalkan tatacara bersuci, mengajarkan rukun-rukun shalat, kewajiban-kewajiban dalam mengerjakan shalat serta hal-hal yang bisa membatalkan shalat.
Memerintahkan anak untuk mendirikan shalat fadhu dapat direalisasikan melalui tiga alternatif langkah :
1.    Perintah
Apabila waktu suatu shalat fardhu telah masuk, sedang anak tampak masih sibuk dengan aktivitasnya seperti: membaca buku pelajaran, menonton siaran televisi, bermain-main di rumah; maka orang tua dapat secara langsung memberikan perintah lisan terhadap anak dengan intonasi dan bahasa tubuh yang dilandasi rasa kasih sayang supaya mendirikan shalat fardhu secara munfarid. Dan bila diperlukan, hal itu diulang berkali-kali sampai anak berangkat untuk mengambil air wudhu atau menjalankan shalat. Maka dari itu, orang tua harus selalu memperhatikan anaknya dan juga perkembangan mereka, dan mengarahkan segala aktivitasnya ke arah yang positif.

2.    Ajakan
Apabila waktu suatu shalat fardhu telah masuk, sedang anak tampak masih sibuk dengan aktivitasnya seperti: membaca buku pelajaran, menonton siaran televisi, bermain-main di rumah; maka orang tua dapat secara langsung mengajak anaknya untuk bersama-sama menjalankan shalat. Namun jika anak masih tidur pulas, seperti pada waktu shalat subuh, maka orang tua dapat membangunkannya dengan penuh kasih sayang, baik dengan dipanggil dengan pelan, dirangkul atau dipapah untuk menuju ke tempat berwudhu.

3.    Pengawasan
Menurut Marimba, “anak-anak bersifat pelupa, lekas melupakan larangan-larangan atau perintah yang baru saja diberikan kepadanya. Oleh sebab itu, maka sebelum kesalahan itu berlangsung lebih jauh, selalu ada usaha-usaha koreksi dan pengawasan”. Maka orang tua diharapkan mampu mengawasi kedisiplinan anaknya dalam menjalankan shalat.
Konsekuensi yang diambil jika anak disiplin dalam menjalankan shalat adalah memberikanreward kepadanya. Jika anak lalai menjalankan shalat yang pertama adalah diperingatkan. Namun apabila umurnya sudah mencapai sepuluh tahun sebagaimana yang disebutkan dalam hadits diatas, maka orang tua perlu bertindak dengan memukulnya dengan pukulan yang tidak terlalu keras, yang fungsinya sebagai hukuman kepada anak tersebut karena telah lalai dalam menjalankan shalat. Hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik. Kalau dalam hadits tersebut disebutkan dengan hukuman fisik yaitu dengan pukulan, hal itu bisa diartikan secara umum, yaitu berupa hukuman fisik, psikis dan sosial.
Hukuman ini dilakukan kepada anak agar anak tidak berbuat hal yang menyebabkan adanya hukuman tersebut. Hukuman juga menjadikan anak disiplin dalam melaksanakan shalat. Pada taraf yang lebih tinggi, akan membuat anak menjadi insyaf. Berbuat atau tidak berbuat bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena keinsyafan sendiri.
Sepanjang masih dalam batas-batas yang diizinkan, hukuman yang diterapkan pendidik terhadap peserta didik dapat dibenarkan. Namun apabila hukuman yang diterapkan tersebut sampai menganiaya anak didik, maka tidak dapat dibenarkan lagi. Berkaitan dengan cara mendidik anak dalam pelaksanaan ibadah yang berupa shalat dapat dikemukakan, bahwa pada mulanya anak dididik dan diperintah untuk menjalankan shalat dengan kasih sayang dan lemah lembut, akan tetapi jika anak masih tetap tidak mau menjalankan shalat, maka boleh beralih ke cara yang lain dan pemukulan merupakan alternatif terakhir dalam hal itu.
Karena kesadaran yang dibentuk dari metode nasehat dan kasih sayang akan berbeda dengan kesadaran yang dibentuk dari metode hukuman dan kekerasan. Apapun alasannya, hukuman dan kekerasan tidak boleh digunakan untuk mendidik anak, terlebih lagi dalam pendidikan ibadah, selama masih dimungkinkan menggunakan metode yang lain.
Mengajari anak untuk mendirikan shalat, berarti melatih mereka untuk mengingat Allah swt, dalam waktu-waktu yang berurutan pada pagi hari, siang hari, dan sore hari, juga malam hari. Melatih anak untuk terbiasa mendirikan shalat 5 waktu dengan tertib dan disiplin berarti melatih anak untuk berkomunikasi dan berhubungan secara lebih dekat dengan Allah swt, sekaligus menerapkan kedisiplinan waktu kepada mereka. Hal ini jelas menumbuhkan kesadaran dan sifat amanah yang besar sekali peranannya ketika anak sudah mencapai usia dewasa nanti, baik untuk individu, masyarakat, bangsa dan negara, di segala bidang.
Sesuai dengan tingkat pertambahan usia dan perkembangan kognitif anak, maka keimanan anak kepada Allah perlu juga ditingkatkan dengan cara melaksanakan ibadah yang berupa shalat 5 waktu. Melatih anak untuk mendirikan shalat 5 waktu dengan kontinue berarti juga melatih mereka untuk belajar mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
Setelah anak mampu untuk kontinue melaksanakan shalat 5 waktu, maka yang selanjutnya adalah melatih dan mengajak anak untuk melaksanakan shalat sunnah, yang dimulai dengan memberi tahu anak tentang shalat sunnah, kemudian memberi pemahaman kepada anak tentang hikmah shalat sunnah, sehingga anak tertarik untuk menjalankan shalat sunnah dan melaksanakan shalat sunnah, walaupun hanya 1 kali sehari. Namun bila hal itu menjadi kebiasaan, maka lama-kelamaan anak akan merasakan nikmatnya melaksanakan shalat. Sehingga anak menganggap bahwa shalat tidak lagi sebagai beban atau kewajiban, namun shalat sebagai kebutuhan








BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan adalah sebuah aktivitas manusia yang memiliki maksud mengembangkan individu sepenuhnya. Islam merupakan agama yang sangat menekankan pendidikan bagi manusia. Hal itu terbukti dengan adanya banyak hadits yang menunjukkan tentang pendidikan. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bersumber dari al-Hadits sebagai sumber utama agama Islam.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang digunakan untuk membina manusia dari kecil sampai mati. Karena pendidikan Islam merupakan pendidikan seumur hidup, maka perlu dibedakan antara pendidikan orang dewasa dan pendidikan anak-anak. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang memperhatikan perkembangan jiwa anak.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial penting yang berfungsi mentransformasikan keadaan suatu masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Dari  pernyataan di atas, mengisyaratkan bahwa sebenarnya orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap pendidikan anaknya. Dan keluarga yang merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama tersebut, wajib memberikan pendidikan agama Islam dan menjaga anaknya dari api neraka.


DAFTAR PUSTAKA

Ashraf, Ali, Horizon Baru Pendidikan Islam, terj. Sori SiregarJakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
Majid Abdul. 2012. Hadist Tarbawi. Jakarta : Ghalia
Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar