Struktur-Struktur Metodologi
Keilmuan Ahlak
Di Ajukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
“Aqidah Akhlak”
Dosen
Pembimbing :
Laila Badriyah, M.pd I
Disusun Oleh :
1. Dianita
Maulidiyani (201305260048)
2. Elfiyah (201305260039)
3. Fitri
Ika Andriyani (201305260049)
4. Idatus
Salamiyah (201305260037)
5. Niswatul
Azizah (201305260022)
6. Ainis
Syafiatun Najah (201305260017)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Allah yang
maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Alhamdulillah berkat rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Struktur-Struktur
Metodologi Keilmuan Akhlak”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
abadikan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, karena dengan perjuangan
beliau kita bisa merasakan indahnya dunia.
Kepada pembaca yang budiman, jika
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam makalah ini, kami pribadi meminta maaf , karena kami masih dalam tahap
belajar, tak lupa kami mengucapkan terimahkasih kepada semua
pembacan islam serta agama paling di ridhoi oleh Allah SWT.
Selanjutnya,
kritik serta saran dari pembaca sangat kami harapkan.
Sidoarjo, 12 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
COVER.................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
........................................................................................................... 1.1
Latar Belakang 1
1.2
Rumusam Masalah....................................................................... 2
1.3
Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak.......... 3
2.2 Sumber Dalil-Dalil Pembentukan
Akhlak.................................... 9
BAB III PENUTUP........................................................................................ 13
3.1
Simpulan...................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhlak
adalah konsep abadi dari Khalik Maha Pencipta dan muthlak mestinya dilakukan
makhluk manusia yang telah diciptakan. Premis ini, memberikan suatau kenyataan
bahwa makhluk manusia mesti terikat erat dengan Khalik sang Pencipta ( Masykuri, 2010:42 ).
Akhlak adalah salah satu jembatan yang mendekatkankan
makhluk dengan Khaliknya. Karena itu beragama bukanlah sebuah beban.
Membebaskan diri dari ketentuan Maha Pencipta, atau membebaskan manusia dari
nilai-nilai agama (seperti paham free of values) samalah artinya menjadikan
makhluk manusia yang tidak punya makna ( Masyrukhin, 2010:42 ).
Semestinya
agama harus dilihat sebagai satu kebutuhan utama. Betapapun kebutuhan materi
telah dapat dipenuhi, hidup senantiasa hambar dan gersang apabila kebutuhan ruhani tidak terpenuhi. Dari sisi ini kita
melihat, bahwa manusia tanpa agama sama saja dengan makhluk yang bukan manusia.
Perikehidupan tanpa bimbingan agama, artinya sama dengan peri kehidupan tidak
berperikemanusiaan.
Akhlak
yang benar akan terbentuk bila sumbernya benar. Sumber akhlak bagi seorang muslim adalah al-Qur’an
dan as-Sunnah. Sehingga ukuran baik atau buruk, patut atau tidak secara utuh
diukur dengan al-Quran dan as-Sunnah.
Sedangkan
tradisi merupakan pelengkap selama hal itu tidak bertentangan dengan apa yang
telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Menjadikan al-Quran dan as-Sunnah
sebagai sumber akhlak merupakan suatu kewajaran bahkan keharusan. Sebab
keduanya berasal dari Allah dan oleh-Nya manusia diciptakan. Pasti ada
kesesuaian antara manusia sebagai makhluk dengan sistem norma yang datang dari
Allah SWT.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1) Apa
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ?
2) Apa sumber dalil-dalil pembentukan akhlak ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1)
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak.
2)
Untuk mengetahui
sumber dalil-dalil pembentukan akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pembentukan Akhlak
Kehidupan muslim yang baik dapat
menyempurnakan akhlaknya sesuai dengan telah dicantumkan oleh Nabi Muhammad
SAW. Akhlak yang baik dilandasi oleh ilmu, iman, amal, dan takwa. Ia merupakan
kunci bagi seseorang untuk melahirkan perbuatan dalam kehidupan yang diatur
oleh agama.
Dengan ilmu, iman, amal dan takwa
seseorang dapat berbuat kebaikan seperti sholat, puasa, berbuat baik sesama
manusia. Sebaliknya tanpa ilmu iman dan takwa seseorang dapat berperilaku yang
tidak sesuai dengan akhlakul karimah. Sebab ia lupa bahwa Allah yang telah
menciptakannya. Keadaan demikian menunjukkan perlu adanya pembangunan iman
untuk meningkatkan akhlak seseorang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
akhlak di antaranya :
1. Tingkah
Laku Manusia
Tingkah laku manusia ialah sikap
seseorang yang dimanifestasikan dalam perbuatan, sikap perbuatan boleh jadi
tidak di gambarkan dalam perbuatan atau tidak tercerminkan dalam perilaku
sehari-hari.
Untuk melatih akhlakul karimah dalam
kehidupan sehari-hari misalkan dapat diterapkan dengan :
a. Akhlak
yang berhubungan dengan Allah
b. Akhlak
terhadap diri sendiri
c. Akhlak
terhadap keluarga
d. Akhlak
terhadap masyarakat
e. Akhlak
terhadap alam sekitar
Kecenderungan fitrah manusia untuk
berbuat baik (hanif), dan secara fitrah manusia, seseorang muslim dilahirkan
dalam keadaan suci. Sebaliknya Allah membekali manusia di bumi
dengan akal, pikiran, dan iman kepada-Nya. Keimanan itu dalam perjalanan hidup
manusia dapat bertambah atau berkurang di sebabkan oleh pengaruh lingkungan
hidup yang dialaminya.
2. Insting
dan Naluri
Menurut bahasa insting berarti kemampuan
berbuat pada suatu tujuan yang dibawa sejak lahir, merupakan pemuasan nafsu,
dorongan, dorongan nafsu, dan dorongan psikologis. Insting
juga merupakan kesanggupan melakukan hal yang komplek tanpa di lihat
sebelumnya, terarah kepada suatu tujuan yang berarti bagi
subjek tidak disadari langsung secara mekanis.
Menurut James, insting ialah suatu sifat
yang menyampaikan pada tujuan dan cara berfikir. Insting
merupakan kemampuan yang melekat sejak lahir dan dibimbing oleh nalurinya.
Insting pada intinya ialah
suatu kesanggupan untuk melakukan perbuatan yang tertuju kepada
sesuatu pemuasan dorongan nafsu atau dorongan batin
yang telah dimiliki manusia sejak lahir. Insting terdiri dari
empat pola khusus yaitu:
1. Sumber
insting. Sumber insting berasal dari kondisi jasmaniah, untuk melakukan
kecenderungan, lama-lama menjadi kebutuhan.
2. Tujuan
insting. Tujuan insting ialah menghilangkan rangsangan jasmaniah untuk
menghilangkan perasaan tidak enak yang timbul karena adanya tekanan batin.
3. Objek
insting. Obyek insting merupakan segala aktivitas yangmengantar keinginan dan
memilih-milih agar keinginannya dapat terpenuhi
4. Gerak
insting. Gerak insting tergantung kepada intensitas kebutuhan.
Dalam ilmu akhlak insting
berarti akal pikiran. Akal dapat memperkuat akidah, namun harus di topangi
ilmu, amal dan takwa kepada Allah. Allah memuliakan akal dengan dijadikannya
sebagai sarana tanggung jawab.
Akal adalah jalinan pikir dan rasa yang
menjadikan manusia, berlaku, berbuat membentuk dan membina. Akal
menjadikan manusia itu mukmin,muslim, muttaqin shalihin. Agama itu akal maka
hanya dengan akallah dapat memahami Allah, akal merupakan kunci
untuk memahami Islam.
Keadaan pribadi manusia bergantung pada
asalnya terhadap naluri akal dapat menerima naluri tertentu, sehingga terbentuk
kemauan yang melahirkan tindakan. Akal dapat mengendalikan naluri
sehingga terwujud perbuatan yang diputuskan oleh akal. Hubungan naluri dan akal
membentuk kemauan. Kemauan melahirkan tingkah laku perbuatan
naluri yang ada pada diri seseorang adalah takdir Tuhan.
Setiap kelakuan manusia lahir
dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri (instink). Naluri merupakan
tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, jadi merupakan suatu pembawaan asli.
Dalam bahasa Arab disebut “garizah” atau “fithrah” dan dalam bahasa inggris
disebut instinct.
Dalam hubungan ini, ahli-ahli psikologi
menerangkan pelbagai naluri (instink) yang ada pada manusia yang menjadi
pendorong tingkah lakunya, diantaranya :
a. Naluri
makan (nutritive instinct) : bahwa begitu manusia lahir telah membawa suatu
hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. Buktinya begitu bayi lahir, begitu
mencari tetek ibunya pada waktu itu juga dapat mengisap air susu tanpa diajari
lagi.
b. Naluri
berjodoh (seksual instinct) : laki-laki menginginkan wanita dan wanita ingin
berjodoh dengan laki-laki
c. Naluri
Keibu bapakan (paternal instinct) tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan
sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya. Jika seorang ibu tahan menderita
dalam mengasuh bayinya, kelakuannya itu didorong oleh naluri tersebut.
d. Naluri
Berjuang (combative instinct). Tabiat manusia untuk mempertahnkan diri dari
gangguan dan tantangan. Jika seseorang diserang musuhnya, maka dia akan membela
diri.
e. Naluri
Ber-Tuhan : Tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya yang mengatur dan
memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam hidup beragama.
3. Nafsu
Nafsu berasal dari bahasa Arab, yaitu
nafsun yang artinya niat. Nafsu adalah keinginan hati yang kuat.
Nafsu merupakan kumpulan dari amanah dan syahwat yang ada pada
manusia.
Menurut Kartini Kartono nafsu ialah
dorongan batin yang sangat kuat, yang memiliki kecenderungan yang hebat
sehingga menganggu keseimbangan fisik.
Dilihat dari definisi diatas berarti
nafsu ialah suatu gejolak jiwa yang selalu mengarah kepada hal-hal
yang mendesak, kemudian diikuti dengan keinginan-keiginan pada diri
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Nafsu selalu mendorong kepada hal
yang negatif yang perlu diperbaiki dengan tazkiyat an-nafsi, maksudnya
pembersihan jiwa yang juga meliputi pembinaan dan pengembangan jiwa.
Nafsu-nafsu yang ada pada manusia
ada tiga yaitu:
a) Nafsu Ammarah, yaitu yang
melahirkan bermacam-macam keinginan untuk dapat dipenuhi nafsu ini
belum memperoleh pendidikan dan bimbingan sehingga belum bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
b) Nafsu
Lawwamah, yaitu nafsu yang menyebabkan manusia terlanjur untuk
melakukan kesalahan dan menyesali perbuatan yang telah dilakukannya.
c) Nafsu Muthmainnah, yaitu nafsu
yang telah mendapatkan tuntunan, bimbingan, pemeliharaan yang baik dan
pendidikan. Nafsu ini dapat mendatangkan ketenangan batin melahirkan sikap
akhlak yang baik dan selalu mendorong untuk melakukan kebajikan dan menjauhi
maksiat. Disebabkan oleh meningkatkannya energi pada tubuh.
4. Adat
dan Kebiasaan
Adat menurut bahasa ialah aturan yang
lazim diikuti sejak dahulu. Biasa adalah kata dasar yang mendapat
imbuhan ke-an, artinya boleh, dapat atau sering. Menurut Nasraen, adat itu
ialah suatu pandangan hidup yang mempunyai ketentuan-ketentuan yang obyektif
kokoh dan benar serta mengandung nilai mendidik yang besar terhadap seseorang
dalam masyarakat.
Kebiasan terjadi sejak lahir. Lingkungan
yang baik mendukung kebiasaan yang baik pula. Kebiasaan adalah rangkaian
perbuatan yang dipengaruhi akal pikiran. Pada permulaan sangat dipengaruhi akal
pikiran. Pada permulaan sangata dipengaruhi pikiran. Tetapi makin lama
pengaruh pikiran itu makin berkurang karena seringkali dilakukan. Kebiasaan
merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tetap, sehingga
memudahkan pelaksanaan perbuatan.
Menurut Soerjono Soekanto,
kebiasaan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama dan
kebiasaan ialah tingkah laku yang sudah distabilkan. Umumnya pembentukan
kebiasaan itu di bantu oleh refleksi-refleksi, maka refleksi itu menjadi khas
dasar bagi pembentukan kebiasaan. Dan pada akhirnya kebiasaan itu berlangsung
otomatis dan mekanis terlepas dari pemikiran dan kesadaran, namun
sewaktu-waktu pikiran dan kesadaran itu bisa difungsikan lagi untuk
memberikan pengarahan baru bagi pembentukan kebiasaan baru.
Adat/Kebiasaan adalah setiap
tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam
bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Abu Bakar Zikir berpendapat:
perbutan manusia, apabila dikerjakan secara berulang-ulang sehingga mudah
melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan. Sebagai contoh :
a. Merokok
adalah suatu kelakuan yang pada waktu pertama dilakukan tidaklah merupakan
suatu kesenangan, malahan kadang-kadang menimbulkan pusing. Karena perbuatan
tersebut diulang dan terus diulang akhirnya menjadilah kebiasaan yang
menyenangkan.
b. Bangun
tengah malam mengerjakan shalat tahajjud, berat bagi orang yang tidak biasa.
Tetapi jika hal it uterus diulangi akhirnya akan menjadi mudah dan terus
menjadi kebiasaan yang menyenangkan.
5. Lingkungan
Lingkungan ialah ruang lingkup luar yang
berinteraksi dengan insan yang dapat berwujud benda-benda seperti air, bumi,
langit dan matahari. Lingkungan dapat memainkan peranan dan pendorong terhadap
perkembangan kecerdasan, sehingga manusia dapat mencapai taraf yang setinggi-tingginya
dan sebaliknya
Lingkungan ada dua jenis yaitu:
1) Lingkungan
Alam.
Alam ialah seluruh ciptaan Tuhan baik
dilangit dan dibumi selain Allah. Alam dapat menjadi aspek yang memengaruhhhi
dan menentukan tingkah laku manusia.
2) Lingkungan
Pergaulan
Lingkungan ini mengandung pergaulan
meliputi lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, singkatnya bahwa
lingkunganlah yang banyak membentuk kemajuan pikiran dan kemajuan teknologi,
namun juga dapat menjadikan perilaku baik dan buruk.
Lingkungan merupakan salah satu faktor
pendidikan Islam yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak
didik. Lingkungan yang dapat memberi pengaruh terhadap anak didik
dapat di bedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1) Lingkungan
yang acuh tak acuh terhadap agama.
2) Lingkungan
yang berpegang teguh kepada tradisi agama.
3) Lingkungan
yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam lingkungan agama.
Oleh
karena itu, lihatlah dengan siapa berhubungan, dimana beradaptasi, akal harus
dapat membedakan dan menempatkannya sesuai fitrah manusia.
2.2 Sumber Dalil-Dalil Pembentukan
Akhlak
Menurut sebagian ahli bahwa
akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting (garizah) yang
dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah
pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat
juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung kepada kebenaran.
Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya,
walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan.
Pembentukan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Hasil
analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun islam yang lima telah menunjukkan
dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembentukan akhlak. Rukun islam yang pertama adalah mengucapakan dua kalimah syahadat,
yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan Allah. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya
manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan
patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang
yang baik.
Selanjutnya rukun islam yang
kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu. Shalat yang dikerjakan akan membawa
pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar. (Q.S. Al-Ankabut :45)
dalam hadits qudsi dijelaskan pula sebagai berikut :
اِنَّمَا
اَتَقَبَّلَ الصَّلَاةُ مِمَّنْ تَوَاضَعَ بِهَا لِعَظَمَتِيْ وَلَمْ يَسْتَطِلْ
عَلَى خَلْقِيْ وَلَمْ يَبِتْ مُصِرَّا عَلَى مَعْصِيَتِيْ وَقَطَعَ النَّهَارَ
فِيْ ذِكْرِيْ وَرَحِمَ المِسْكْيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَالْاَرْمِلَةِ
وَرَحِمَ المُصَابَ {رواه البزّر}
Artinya : Bahwasanya aku
menerima shalat hanya dari orang yang bertawadlu dengan shalatnya kepada
keagungan-Ku yang tidak terus-menerus berdosa, menghabiskan waktunya sepanjang
hari untuk dzikit kepada-Ku, kasih saying kepada fakir miskin, ibn sabil, janda
serta mengasihi orang yang mendapat musibah. (H.R. al-Bazzar)
Pada hadits tersebut shalat
diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang mulia, yaitu bersikap tawadlu,
mengagungkan Allah, berdzikir, membantu fakir miskin, ibn sabil, janda dan orang
yang mendapat musibah.
Selanjutnya dalam rukun Islam
yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung didikan akhlak, yaitu agar orang yang
melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri
sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin
dan seterusnya. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk
membersihkan jiwa dan mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.
Begitu juga islam mengajarkan
ibadah puasa sebagai rukun Islam yang keempat, bukan hanya sekedar menahan diri
dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan
latihan menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang.
Dalam hal ini Nabi mengingatkan :
مَنْ لَمْ
يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلِه حَاجَةٌ فِيْ اَنْ
يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ {رواه البخاري}
Artinya : Siapa yang tidak
suka meninggalkan kata-kata dusta, dan perbuatan yang palsu, maka Allah tidak
membutuhkan daripadanya, puasa meninggalkan makan dan minumnya.(H.R. Bukhari)
Selanjutnya rukun Islam yang
kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya
lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai pembinaan akhlak yang ada pada
ibadah dalam rukun Islam yang lainnya. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji
ibadah dalam Islam bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak,
yaitu disamping menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan
keras, bersabar dalam menjalankannya dan harus mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan lainnya. Hubungan
ibadah haji dengan pembentukan akhlak ini
dapat dipahami dari ayat yang berbunyi :
Berdasarkan analisis yang
didukung dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits tersebut diatas, kita dapat
mengatakan bahwa islam sangat memberi perhatian yang besar terhadap pembentukan akhlak, termasuk cara-caranya. Hubungan antara rukun iman dan rukun islam
terhadap pembentukan akhlak menunjukkan bahwa pembentukan akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau system yang
menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk
diarahkan pada pembentukan akhlak.
Dalam tahap-tahap tertentu,
pembinaan akhlak, khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara
paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi terasa terpaksa. Seseorang yang ingin
menulis dan mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus
memeksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata dan huruf
yang bagus. Apabila pembinaan ini sudah berlangsung lama, maka paksaan tersebut
sudah tidak terasa lagi sebagai paksaan.
Pembentukan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatika factor
kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut hasil penelitian para psikolog bahwa
kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia
kanak-kanak misalnya lebih menyukai pada hal-hal yang bersifat rekreatif dan
bermain. Untuk itu ajaran akhlak dapat disajikan dalam bentuk permainan. Hal ini
pernah dilakukan oleh para ulama dimasa lalu, mereka menyajikan ajaran akhlak
lewat syair yang berisi sifat-sifat Allah dan rasul, anjuran beribadah, akhlak
mulia dan lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akhlak adalah salah satu jembatan yang mendekatkankan
makhluk dengan Khaliknya. Karena itu beragama bukanlah sebuah beban.
Membebaskan diri dari ketentuan Maha Pencipta, atau membebaskan manusia dari
nilai-nilai agama (seperti paham free of values) samalah artinya menjadikan
makhluk manusia yang tidak punya makna.
Dengan ilmu, iman, amal dan takwa
seseorang dapat berbuat kebaikan seperti sholat, puasa, berbuat baik sesama
manusia. Sebaliknya tanpa ilmu iman dan takwa seseorang dapat berperilaku yang
tidak sesuai dengan akhlakul karimah. Sebab ia lupa bahwa Allah yang telah
menciptakannya. Keadaan demikian menunjukkan perlu adanya pembangunan iman
untuk meningkatkan akhlak seseorang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan akhlak :
1. Tingkah laku manusia.
2. Nafsu.
3. Adat dan kebiasaan.
4. Lingkungan
Pembentukan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Hasil
analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun islam yang lima telah menunjukkan
dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembentukan akhlak.
Seperti rukun
islam yang ke dua adalah mengerjakan shalat lima
waktu. Shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan
yang keji dan munkar (Q.S. Al-Ankabut :45) .
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Soemanto Wasty, M.Pd. 2006. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
http://dicilala.blogspot.com/2011/10/etika-akhlak-dan-moral.html
Masyrukhin. 2010. Modul Aqidah Akhlak. Jombang: MGMP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar