Nikah Melalui Telepon
Di Ajukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
“Fiqih”
Dosen
Pembimbing :
Oleh :
1. Hisbi
Khamdan (2013052600)
2. Nur
Lisa (2013052600)
3. Fitri
Ika Andriyani (201305260049)
4. Istiana
Ningrum (2013052600)
5. Husnul
Khotimah (2013052600)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Allah yang
maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Alhamdulillah berkat rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Nikah Melalui Telepon”.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah abadikan kepada baginda
besar Nabi Muhammad SAW, karena dengan perjuangan beliau kita bisa merasakan
indahnya dunia, hidup dalam naunga
Kepada pembaca yang budiman, jika
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam makalah ini, kami pribadi meminta maaf ,
karna kami masih dalam tahap belajar, tak lupa kami mengucapkan terimahkasih kepada semua pembacan islam
serta agama paling di ridhoi oleh Allah SWT.
Selanjutnya,
kritik serta saran dari pembaca sangat kami harapkan.
Sidoarjo, 12 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
........................................................................................................... 1.1
Latar Belakang 1
1.2
Rumusam Masalah....................................................................... 2
1.3
Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
2.1 Pengertian Pernikahan................................................................. 3
2.2 Rukun Pernikahan ....................................................................... 3
2.3Hukum Nikah Lewat Telepon
Menurut Islam.............................. 4
BAB III PENUTUP........................................................................................ 9
3.1
Simpulan...................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sebagian fuqoha’ dalam mengemukakan hakekat perkawinan hanya menonjolkan
aspek lahiriyah yang bersifat normatif. Seolah-olah akibat sahnya sebuah perkawinan
hanya sebatas timbulnya kebolehan terhadap sesuatu yang sebelumnya sangat
dilarang, yakni berhubungan badan antara laki-laki dengan perempuan.
Dengan demikian yang menjadi inti pokok pernikahan itu adalah akad
(pernikahan) yaitu serah terima antara orang tua calon mempelai wanita dengan
calon mempelai laki-laki.
Perkawinan umat Islam di Indonesia juga mengacu pada pedoman hukum Islam.
Dengan perkataan lain hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia sesuai dengan
hukum Islam sebagaimana pemahaman kalangan fuqoha’. Perkawinan juga bertujuan
untuk memperluas dan mempererat hubungan kekeluargaan, serta membangun masa
depan individu keluarga dan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, jika
telah ada kesepakatan antara orang pemuda dengan seorang pemudi untuk
melaksanakan akad nikah pada hakekatnya kedua belah pihak telah sepakat untuk
merintis jalan menuju kebahagiaan lahir batin melalui pembinaan yang ditetapkan
agama.
Barangkali, faktor-faktor yang ditetapkan terakhir inilah yang lebih
mendekati tujuan hakekat dari perkawinan yang diatur oleh Islam. Oleh sebab
itu, sah tidaknya perkawinan menurut Islam adalah tergantung pada akadnya.
Karena sedemikian rupa pentingnya akad dalam perkawinan itu maka berdasarkan
dalil-dalil yang ditemukan, para fuqoha’ telah berijtihad menetapkan
syarat-syarat dan rukun untuk sahnya sesuatu akad nikah.
Sebagaimana hasil ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai permasalahan baru
dalam soal perkawinan yaitu tentang sahnya akad nikah yang ijab qabulnya
dilaksanakan melalui telepon?.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1) Apa
pengertian pernikahan ?
2) Apa rukun pernikahan ?
3) Apa nikah lewat telepon menurut hukum islam ?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1)
Untuk mengetahui pengertian pernikahan.
2)
Untuk mengetahui rukun pernikahan.
3) Untuk mengetahui nikah
lewat telepon menurut hukum islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pernikahan
Akad (nikah dari bahasa
Arab عقد) atau ijab qabul, merupakan ikrar pernikahan. Yang
dimaksud akad pernikahan adalah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya
dari qabul dari pihak calon suami atau wakilnya. Menurut syara’ nikah adalah
satu akad yang berisi diperbolehkannya melakukan persetubuhan dengan
menggunakan lafadz انكاح (menikahkan)
atau تزويج (mengawinkan). Kata nikah ini sendiri secara
hakiki bermakna akad dan secara majazi bermakna persetubuhan
menurut pendapat yang shoheh :
ويطلق شرعا على عقد مشتمل على الاركان والشروطا
2.2 Rukun Pernikahan
Menurut ulama
Hanafiyah hukum nikah itu adakalanya mubah, mandub, wajib, fardu, makruh, dan
haram. Sedangkan ulama madzhab-madzhab lain tidak membedakan antara wajib dan
fardu.
Dalam pernikahan
terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi. Rukun-rukun nikah ada 5 :
1. Suami
(زوج)
2. Istri
(زوحة) dengan beberapa kriteria yaitu : tidak mahramnya
sendiri, ta’yin, suci dari pernikahan, tidak dalam masa iddah, dan perempuan
asli.
3. Wali
nikah (ولى نكاح). Harus memiliki beberapa persyaratan : islam,
baligh, berakal, sifat merdeka, laki-laki, dan sifat-sifat lainnya. Tapi untuk
pernikahan kafir dzimmi tidak memerlukan islamnya wali, dan untuk pernikahan
amah tidak memerlukan syarat sifat adlnya tuan. Bagi fuqaha yang memegangi
adanya wali, maka macam-macam wali itu ada tiga, yaitu: wali nasab (keturunan),
wali penguasa, dan wali bekas tuan yang jauh dan yang dekat.
4. Dua
orang saksi (شا هدان) Nabi Muhammad
bersabda :
لَا نِكَا حَ اِلَّا بِوَ لِيٍّ وَشَا هِدَي عَدْلٍ
Artinya: “ Perkawinan tidak sah
kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.” ( H.R. Addaruquthni)
5. Shigat
2.3 Nikah
Lewat Telepon Menurut Hukum Islam
Menentukan sah atau
tidaknya suatu nikah, tergantung pada dipenuhinya atau tidaknya rukun-rukun
nikah dan syarat-syaratnya. Secara formal, nikah lewat telepon dapat memenuhi
rukun-rukunnya, yakni adanya calon suami dan istri, dua saksi, wali pengantin
putri, ijab qabul. Namun, jika dilihat dari syarat-syarat dari tiap-tiap rukunnya,
tampaknya ada kelemahan atau kekurangan untuk dipenuhi.
Misalnya identitas
calon suami istri perlu dicek ada atau tidaknya hambatan untuk nikah
(baik karena adanya larangan agama atau peraturan perundangan-undangan) atau
ada tidaknya persetujuan dari kedua belah pihak. Pengecekan masalah ini lewat
telepon sebelum akad nikah adalah cukup sukar. Demikian pula pengecakan tentang
identitas wali yang tidak bisa tanpa taukil, kemudian ia melangsungkan ijab
qabul langsung dengan telepon. Juga para saksi yang hanya mendengar pernyataan
ijab qabul dari wali dan pengantin putera lewat telepon dengan bantuan
mikrofon, tetapi mereka tidak bisa melihat apa yang disaksikan juga kurang
meyakinkan.
Demikian pula ijab
qabul yang terjadi di tempat yang berbeda lokasinya, apalagi yang sangat
berjauhan seperti antara Jakarta dan Bloomington Amerika Serikat yang berbeda
waktunya sekitar 12 jam sebagaimana yang dilakukan oleh Prof. Baharudin yang
menikahkan puterinya di Jakarta (Dra. Nurdiani) dengan Drs. Ario Sutarto yang
sedang belajar di Universitas Indianna AS pada hari sabtu tanggal 13 Mei 1989
pukul 10.00 WIB bertepatan hari jumat pukul 22.00 waktu Indianna AS.
Karena itu, menikah
lewat telepon itu tidak diperbolehkan dan tidak sah menurut hukum islam, karena
selain terdapat kelemahan atau kekurangan dan keraguan dalam memenuhi
rukun-rukun nikah lewat dan syarat-syaratnya sebagaimana diuraikan diatas, juga
berdasarkan dalil-dalil syar’i sebagai berikut :
a) Nikah
itu termasuk ibadah. Karena itu, pelaksanaan nikah harus sesuai dengan tuntunan
Al-Qur’an dan sunah Nabi yang shahih, berdasarkan kaidah hukum :
الْاَصْلُ فِي ا لْعِبَا دَةِ حَرَ ا مٌ
“pada dasarnya ibadah itu haram.”
Artinya: dalam masalah ibadah, manusia tidak boleh membuat-buat (merekayasa) aturan
sendiri.
b) Nikah merupakan
peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan itu bukanlah
sembarang akad, tetapi merupakan akad yang mengandung sesuatu yang sakral dan
syiar islam serta tanggung jawab yang berat bagi suami istri, sebagaimana
firman Allah dalam surat An-nisa :21
“...dan mereka (isteri-isterimu) Telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.”(Q.S An-nisa : 21)
c) Nikah lewat telepon dan internet mengandung resiko tinggi berupa
kemungkinan adanya penyalahgunaan atau penipuan (gharar atau khida’), dan dapat
pula menimbulkan keraguan (cafused atau syak), apakah telah terpenuhi atau
tidak rukun-rukun dan syarat-syarat nikahnya dengan baik. Salah satu syarat
yang harus dipenuhi yaitu hadir dalam tempat yang sama (حضور فِى مَجْلِسٍ وَا حِدٍ).
{فَرْعٌ} يُشْتَرَطُ فِيْ صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَا حِ
حُضُوْرٌ اَرْ بَعَةٍ : وَلِىِّ وَزَوْجٍ وَشَا هِدَي عَدْل{فى كفا يت الا خيا ر الجز
:٢,الصفة :٥۱}
(cabang) dan disyaratkan dalam keabsahan
akad nikah hadirnya empat orang: wali, calon pengantin dan dua orang saksi yang adil.( Kifayatul
Akhyar juz 2 hal. 51)
وَمِمَّا تَركهُ مِنْ شُرُوْطِ الشَّا
هِدَ يْنِ السَّمْعَ وَالْبَصَرُ وَالْضَّبْطُ.{ قَوْ لُهُ وَ الضَّبْطُ} اَيْ
لالفَا ظِ وَلِىّ الزَّوْ جَة وَ الزَّوْجُ فَلَا يَكْفِى سَمَا ع الفَا ظهُمَا
فِي وَظلمَة لِاَنَّ الْاَ صْوَات تَشْبِيْه{ فى بجير مى على الخطيب الجز :٣,الصفة
: ٣٣٥ }
Mendengar, melihat dan
(dlobith) membenarkan adalah bagian dari syarat diperkenankannya dua orang
saksi. (pernyataan penyusun ‘wa al dlobthu) maksudnya lafadz (pengucapan) dari
wali pengantin putri dan pengantin pria, maka tidaklah cukup mendengar lafadz
(perkataan) mereka berdua dikegelapan, karena suara itu (mengandung)
keserupaan.(Hasiyah Al-Bujairomi ‘Ala al-Khottib juz 3, hal. 335)
Dikhawatirkan jika
akad dilaksanakan jarak jauh maka akan terjadi manipulasi. Misalnya suaranya di
dubbing ataupun gambarnya dan backgroundnya tidak sesuai dengan kenyataan. Hal
ini akan merugikan pihak perempuan. Karena perempuan harus dihormati, islam
mengajarkan itu. Dan yang demikian itu tidak sesuai dengan hadits Nabi atau kaidah fiqih.
Hadits Nabi saw
دَعْ مَا يَرِ يْبُكَ اِلَى مَا لَا يَرِ
يْبُكَ
“Tinggalkanlah sesuatu yang merugikan
engkau, (berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak merugikan engkau.”
Dan tidak sesuai dengan kaidah fiqih :
دَرْعُ ا لْمَفَا سِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى
جَلْبِ ا لْمَصَا لِحِ
“menghindari mafsadah (resiko)
harus didahulukan atas usaha menarik (mencari) maslahah.”
d) Dampak
negatif yang akan timbul juga akan lebih berbahaya lagi jika sudah punya anak.
Hak waris ataupun hadlonahnya akan memberatkan dan juga membingungkan.
Peristiwa akad nikah lewat telepon itu
mengundang reaksi yang cukup luas dari masyarakat contohnya pada tanggal 13 Mei
1989 terjadi akad nikah jarak jauh Jakarta-Bloomington Amerika Serikat lewat
telepon, yang dilangsungkan di kediaman Prof. Dr. Baharuddin Harahap di Kebayoran
Baru Jakarta. Calon suami drs. Ario sutarto yang sedang bertugas belaar di
program pasca sarjana Indiana University AS, sedangkan calon istri adalah dra.
Nurdiani, putri guru besar IAIN Jakarta itu. Kedua calon suami istri itu sudah
lama berkenalan sejak sama-sama belajar dari tingkat satu IKIP Jakarta, dan
kehendak keduanya untuk nikah juga sudah mendapat restu dari orang tua kedua
belah pihak.
Sehubungan dengan tidak bisa hadirnya
calon mempelai laki-laki dengan alasan tiadanya beaya perjalanan pulang pergi
AS- Jakarta dan studinya agar tidak terganggu, maka disarankan oleh pejabat
pencatat nikah (KUA) agar diusahakan adanya surat taukil (delegation of
authority) dari calon suami kepada seseorang yang bertindak mewakilinya dalam
akad nikah (ijab qobul) nantinya di Jakarta.
Setelah waktu pelaksanaan akad nikah
tinggal sehari belum juga datang surat taukil itu, padahal surat undangan untuk
walimatul urs sudah tersebar, maka Baharuddin sebagai ayah dan wali pengantin
putri mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan upacara akad nikah
pada tanggal 13 Mei 1989, antara lain dengan melengkapi pesawat telepon
dirumahnya dengan alat pengeras suara (mikrofon) dan dua alat perekam, ialah
kaset, tape recorder dan video. Alat pengeras suara itu dimaksudkan agar semua
orang yang hadir di rumah Baharuddin dan juga di tempat kediaman calon suami di
AS itu bisa mengikuti upacara akad nikah dengan baik, artinya semua orang yang
hadir di dua tempat yang terpisah jauh itu dapat mendengarkan dengan jelas
pertanyaan dengan ijab dari pihak wali mempelai putri dan pernyataan qobul dari
pihak mempelai laki-laki sedangkan alat perekam itu dimaksudkan oleh Baharuddin
sebagai alat bukti otentik atas berlangsungnya akad nikah pada hari itu.
Setelah akad nikah dilangsungkan lewat
telepon, tetapi karena surat taukil dari calon suami belum juga datang pada
saat akad nikah dilangsungkan, maka kepala KUA Kebayoran Baru Jakarta Selatan
tidak bersedia mencatat nikahnya dan tidak mau memberikan surat nikah, karena
menganggap perkawinannya belum memenuhi syarat sahnya nikah, yakni hadirnya
mempelai laki-laki atau wakilnya.
Peristiwa nikah tersebut mengundang reaksi
yang cukup luas dari masyarakat, terutama dari kalangan ulama dan cendekiawan
muslim. Kebanyakan mereka menganggap tidak sah nikah lewat telepon itu, antara
lain Munawir Syadzali, M.A Mentri Agama RI, K.H. Hasan Basri, ketua umum MUI
pusat, dan prof. dr. Hasbullah Bakri, S.H. jadi, mereka dapat membenarkan
tindakan kepala KUA tersebut yang tidak mau mencatat nikahnya dan tidak
memberikan surat nikahnya. Dan inti alasan mereka ialah bahwa nikah itu
termasuk ibadah, mengandung nilai sacral, dan nikah lewat telepon itu bisa
menimbulkan confused (keraguan) dalam hal ini terpenuhi
tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syarat secara sempurna menurut hukum
Islam.
Ada ulama yang berpendapat bahwa status
nikah lewat telepon itu syubhat, artinya belum safe, sehingga perlu tajdid
nikah (nikah ulang) sebelum dua manusia yang berlainan jenis
kelaminnya itu melakukan hubungan seksual sebagai suami istri yang sah. Adapula
ulama yang berpendapat, bahwa nikah lewat telepon tidak diperbolehkan, kecuali
dalam keadaan darurat. Tetapi kebanyakan ulama dan cendekiawan Muslim
menganggap nikah lewat telepon itu tidak sah secara mutlak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akad (nikah dari bahasa Arab عقد)
atau ijab qabul, merupakan ikrar pernikahan. Yang dimaksud akad pernikahan
adalah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dari qabul dari pihak calon
suami atau wakilnya.
Dalam pernikahan terdapat
rukun-rukun yang harus dipenuhi. Rukun-rukun nikah ada 5 :
1. Suami
(زوج)
2. Istri
(زوحة
3. Wali
nikah (ولى نكاح).
4. Dua
orang saksi (شا هدان) Nabi Muhammad
bersabda :
لَا نِكَا حَ اِلَّا بِوَ لِيٍّ وَشَا هِدَي عَدْلٍ
Artinya: “ Perkawinan tidak sah
kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.” ( H.R. Addaruquthni)
5. Shigat
Menikah lewat
telepon itu tidak di perbolehkan dan tidak sah menurut hukum islam, karena
selain terdapat kelemahan atau kekurangan dikhawatirkan jika akad dilaksanakan
jarak jauh maka akan terjadi manipulasi. Misalnya suara di dubbing atau
gambarnya dan backgroudnya tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini akan
merugikan pihak perempuan. Karena perempua harus di hormati, islam mengajarkan
itu. Dan yang demikian itu tidak sesuai dengan hadits Nabi atau kaidah fiqih.
DAFTAR PUSTAKA
Kholiq Muhammad. Fiqih
Penunjang Aktif Belajar, Gresik: CV Putra Kembar Jaya, 2002.
Maulaya Abu. Fiqih
Kontemporer, Jombang: UNIPDU, 2012.
Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1987.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar