Jumat, 14 November 2014

Nikah Melalui Telephon

Nikah Melalui Telepon

Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Fiqih


Dosen Pembimbing   :





 













Oleh  :


1.     Hisbi Khamdan              (2013052600)
2.     Nur Lisa                        (2013052600)
3.     Fitri Ika Andriyani                   (201305260049)
4.     Istiana Ningrum             (2013052600)
5.     Husnul Khotimah          (2013052600)




FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA
TAHUN 2014



KATA PENGANTAR


Dengan menyebut asma Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Alhamdulillah berkat rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Nikah Melalui Telepon”.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah abadikan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, karena dengan perjuangan beliau kita bisa merasakan indahnya dunia, hidup dalam naunga
Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam makalah ini, kami pribadi meminta maaf , karna kami masih dalam tahap belajar, tak lupa kami mengucapkan terimahkasih kepada semua pembacan islam serta agama paling di ridhoi oleh Allah SWT.
Selanjutnya, kritik serta saran dari pembaca sangat kami harapkan.





Sidoarjo, 12 November 2014




Penulis













DAFTAR ISI





COVER....................................................................................................................            i
KATA PENGANTAR............................................................................................           ii
DAFTAR ISI............................................................................................................          iii
BAB I             PENDAHULUAN...........................................................................           1
                        ........................................................................................................... 1.1 Latar Belakang                  1
                        1.2 Rumusam Masalah.......................................................................           2
                        1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................           2

BAB II            PEMBAHASAN..............................................................................           3

                        2.1 Pengertian Pernikahan.................................................................           3
                        2.2 Rukun Pernikahan .......................................................................           3
                        2.3Hukum Nikah Lewat Telepon Menurut Islam..............................           4

BAB III          PENUTUP........................................................................................           9

                        3.1 Simpulan......................................................................................           9
                       

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................         10

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sebagian fuqoha’ dalam mengemukakan hakekat perkawinan hanya menonjolkan aspek lahiriyah yang bersifat normatif. Seolah-olah akibat sahnya sebuah perkawinan hanya sebatas timbulnya kebolehan terhadap sesuatu yang sebelumnya sangat dilarang, yakni berhubungan badan antara laki-laki dengan perempuan.
Dengan demikian yang menjadi inti pokok pernikahan itu adalah akad (pernikahan) yaitu serah terima antara orang tua calon mempelai wanita dengan calon mempelai laki-laki.
Perkawinan umat Islam di Indonesia juga mengacu pada pedoman hukum Islam. Dengan perkataan lain hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia sesuai dengan hukum Islam sebagaimana pemahaman kalangan fuqoha’. Perkawinan juga bertujuan untuk memperluas dan mempererat hubungan kekeluargaan, serta membangun masa depan individu keluarga dan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, jika telah ada kesepakatan antara orang pemuda dengan seorang pemudi untuk melaksanakan akad nikah pada hakekatnya kedua belah pihak telah sepakat untuk merintis jalan menuju kebahagiaan lahir batin melalui pembinaan yang ditetapkan agama.
Barangkali, faktor-faktor yang ditetapkan terakhir inilah yang lebih mendekati tujuan hakekat dari perkawinan yang diatur oleh Islam. Oleh sebab itu, sah tidaknya perkawinan menurut Islam adalah tergantung pada akadnya. Karena sedemikian rupa pentingnya akad dalam perkawinan itu maka berdasarkan dalil-dalil yang ditemukan, para fuqoha’ telah berijtihad menetapkan syarat-syarat dan rukun untuk sahnya sesuatu akad nikah.
Sebagaimana hasil ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai permasalahan baru dalam soal perkawinan yaitu tentang sahnya akad nikah yang ijab qabulnya dilaksanakan melalui telepon?.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1)      Apa pengertian pernikahan ?
2)      Apa rukun pernikahan ?
3)      Apa nikah lewat telepon menurut hukum islam ?

1.3  Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah  ini adalah sebagai berikut :
1)    Untuk mengetahui pengertian pernikahan.
2)    Untuk mengetahui rukun pernikahan.
3)   Untuk mengetahui nikah lewat telepon menurut hukum islam.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan
 Akad (nikah dari bahasa Arab عقد) atau ijab qabul, merupakan ikrar pernikahan. Yang dimaksud akad pernikahan adalah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dari qabul dari pihak calon suami atau wakilnya. Menurut syara’ nikah adalah satu akad yang berisi diperbolehkannya melakukan persetubuhan dengan menggunakan lafadz انكاح (menikahkan) atau تزويج (mengawinkan). Kata nikah ini sendiri secara hakiki bermakna akad dan secara majazi bermakna persetubuhan menurut pendapat yang shoheh :
ويطلق شرعا على عقد مشتمل على الاركان والشروطا
2.2 Rukun Pernikahan
Menurut ulama Hanafiyah hukum nikah itu adakalanya mubah, mandub, wajib, fardu, makruh, dan haram. Sedangkan ulama madzhab-madzhab lain tidak membedakan antara wajib dan fardu.
Dalam pernikahan terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi. Rukun-rukun nikah ada 5 :
1.    Suami (زوج)
2.    Istri (زوحة) dengan beberapa kriteria yaitu : tidak mahramnya sendiri, ta’yin, suci dari pernikahan, tidak dalam masa iddah, dan perempuan asli.
3.    Wali nikah (ولى نكاح). Harus memiliki beberapa persyaratan : islam, baligh, berakal, sifat merdeka, laki-laki, dan sifat-sifat lainnya. Tapi untuk pernikahan kafir dzimmi tidak memerlukan islamnya wali, dan untuk pernikahan amah tidak memerlukan syarat sifat adlnya tuan. Bagi fuqaha yang memegangi adanya wali, maka macam-macam wali itu ada tiga, yaitu: wali nasab (keturunan), wali penguasa, dan wali bekas tuan yang jauh dan yang dekat.
4.    Dua orang saksi (شا هدان) Nabi Muhammad bersabda :
لَا نِكَا حَ اِلَّا بِوَ لِيٍّ وَشَا هِدَي عَدْلٍ
Artinya: “ Perkawinan tidak sah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.” ( H.R. Addaruquthni)
5.    Shigat
2.3 Nikah Lewat Telepon Menurut Hukum Islam
Menentukan sah atau tidaknya suatu nikah, tergantung pada dipenuhinya atau tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya. Secara formal, nikah lewat telepon dapat memenuhi rukun-rukunnya, yakni adanya calon suami dan istri, dua saksi, wali pengantin putri, ijab qabul. Namun, jika dilihat dari syarat-syarat dari tiap-tiap rukunnya, tampaknya ada kelemahan atau kekurangan untuk dipenuhi.
Misalnya identitas calon suami istri perlu dicek ada atau tidaknya hambatan untuk  nikah (baik karena adanya larangan agama atau peraturan perundangan-undangan) atau ada tidaknya persetujuan dari kedua belah pihak. Pengecekan masalah ini lewat telepon sebelum akad nikah adalah cukup sukar. Demikian pula pengecakan tentang identitas wali yang tidak bisa tanpa taukil, kemudian ia melangsungkan ijab qabul langsung dengan telepon. Juga para saksi yang hanya mendengar pernyataan ijab qabul dari wali dan pengantin putera lewat telepon dengan bantuan mikrofon, tetapi mereka tidak bisa melihat apa yang disaksikan juga kurang meyakinkan.
Demikian pula ijab qabul yang terjadi di tempat yang berbeda lokasinya, apalagi yang sangat berjauhan seperti antara Jakarta dan Bloomington Amerika Serikat yang berbeda waktunya sekitar 12 jam sebagaimana yang dilakukan oleh Prof. Baharudin yang menikahkan puterinya di Jakarta (Dra. Nurdiani) dengan Drs. Ario Sutarto yang sedang belajar di Universitas Indianna AS pada hari sabtu tanggal 13 Mei 1989 pukul 10.00 WIB bertepatan hari jumat pukul 22.00 waktu Indianna AS.
Karena itu, menikah lewat telepon itu tidak diperbolehkan dan tidak sah menurut hukum islam, karena selain terdapat kelemahan atau kekurangan dan keraguan dalam memenuhi rukun-rukun nikah lewat dan syarat-syaratnya sebagaimana diuraikan diatas, juga berdasarkan dalil-dalil syar’i sebagai berikut :
a)    Nikah itu termasuk ibadah. Karena itu, pelaksanaan nikah harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunah Nabi yang shahih, berdasarkan kaidah hukum :
الْاَصْلُ فِي ا لْعِبَا دَةِ حَرَ ا مٌ
“pada dasarnya ibadah itu haram.”
Artinya: dalam masalah ibadah, manusia tidak boleh membuat-buat (merekayasa) aturan sendiri.
b)   Nikah merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan itu bukanlah sembarang akad, tetapi merupakan akad yang mengandung sesuatu yang sakral dan syiar islam serta tanggung jawab yang berat bagi suami istri, sebagaimana firman Allah dalam surat An-nisa :21
“...dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.”(Q.S An-nisa : 21)

c) Nikah lewat telepon dan internet mengandung resiko tinggi berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau penipuan (gharar atau khida’), dan dapat pula menimbulkan keraguan (cafused atau syak), apakah telah terpenuhi atau tidak rukun-rukun dan syarat-syarat nikahnya dengan baik. Salah satu syarat yang harus dipenuhi yaitu hadir dalam tempat yang sama (حضور فِى مَجْلِسٍ وَا حِدٍ).

{فَرْعٌ} يُشْتَرَطُ فِيْ صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَا حِ حُضُوْرٌ اَرْ بَعَةٍ : وَلِىِّ وَزَوْجٍ وَشَا هِدَي عَدْل{فى كفا يت الا خيا ر الجز :٢,الصفة :٥۱}
(cabang) dan disyaratkan dalam keabsahan akad nikah hadirnya empat orang: wali, calon pengantin dan dua orang saksi yang adil.( Kifayatul Akhyar  juz 2 hal. 51)

وَمِمَّا تَركهُ مِنْ شُرُوْطِ الشَّا هِدَ يْنِ السَّمْعَ وَالْبَصَرُ وَالْضَّبْطُ.{ قَوْ لُهُ وَ الضَّبْطُ} اَيْ لالفَا ظِ وَلِىّ الزَّوْ جَة وَ الزَّوْجُ فَلَا يَكْفِى سَمَا ع الفَا ظهُمَا فِي وَظلمَة لِاَنَّ الْاَ صْوَات تَشْبِيْه{ فى بجير مى على الخطيب الجز :٣,الصفة : ٣٣٥ }

Mendengar, melihat dan (dlobith) membenarkan adalah bagian dari syarat diperkenankannya dua orang saksi. (pernyataan penyusun ‘wa al dlobthu) maksudnya lafadz (pengucapan) dari wali pengantin putri dan pengantin pria, maka tidaklah cukup mendengar lafadz (perkataan) mereka berdua dikegelapan, karena suara itu (mengandung) keserupaan.(Hasiyah Al-Bujairomi ‘Ala al-Khottib juz 3, hal. 335)
Dikhawatirkan jika akad dilaksanakan jarak jauh maka akan terjadi manipulasi. Misalnya suaranya di dubbing ataupun gambarnya dan backgroundnya tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini akan merugikan pihak perempuan. Karena perempuan harus dihormati, islam mengajarkan itu. Dan yang demikian itu tidak sesuai dengan hadits Nabi atau kaidah fiqih.
Hadits Nabi saw
دَعْ مَا يَرِ يْبُكَ اِلَى مَا لَا يَرِ يْبُكَ
“Tinggalkanlah sesuatu yang merugikan engkau, (berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak merugikan engkau.”
Dan tidak sesuai dengan kaidah fiqih :

دَرْعُ ا لْمَفَا سِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ ا لْمَصَا لِحِ
 “menghindari mafsadah (resiko) harus didahulukan atas usaha menarik (mencari) maslahah.”

d)     Dampak negatif yang akan timbul juga akan lebih berbahaya lagi jika sudah punya anak. Hak waris ataupun hadlonahnya akan memberatkan dan juga membingungkan.
Peristiwa akad nikah lewat telepon itu mengundang reaksi yang cukup luas dari masyarakat contohnya pada tanggal 13 Mei 1989 terjadi akad nikah jarak jauh Jakarta-Bloomington Amerika Serikat lewat telepon, yang dilangsungkan di kediaman Prof. Dr. Baharuddin Harahap di Kebayoran Baru Jakarta. Calon suami drs. Ario sutarto yang sedang bertugas belaar di program pasca sarjana Indiana University AS, sedangkan calon istri adalah dra. Nurdiani, putri guru besar IAIN Jakarta itu. Kedua calon suami istri itu sudah lama berkenalan sejak sama-sama belajar dari tingkat satu IKIP Jakarta, dan kehendak keduanya untuk nikah juga sudah mendapat restu dari orang tua kedua belah pihak.
Sehubungan dengan tidak bisa hadirnya calon mempelai laki-laki dengan alasan tiadanya beaya perjalanan pulang pergi AS- Jakarta dan studinya agar tidak terganggu, maka disarankan oleh pejabat pencatat nikah (KUA) agar diusahakan adanya surat taukil (delegation of authority) dari calon suami kepada seseorang yang bertindak mewakilinya dalam akad nikah (ijab qobul) nantinya di Jakarta.
Setelah waktu pelaksanaan akad nikah tinggal sehari belum juga datang surat taukil itu, padahal surat undangan untuk walimatul urs sudah tersebar, maka Baharuddin sebagai ayah dan wali pengantin putri mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan upacara akad nikah pada tanggal 13 Mei 1989, antara lain dengan melengkapi pesawat telepon dirumahnya dengan alat pengeras suara (mikrofon) dan dua alat perekam, ialah kaset, tape recorder dan video. Alat pengeras suara itu dimaksudkan agar semua orang yang hadir di rumah Baharuddin dan juga di tempat kediaman calon suami di AS itu bisa mengikuti upacara akad nikah dengan baik, artinya semua orang yang hadir di dua tempat yang terpisah jauh itu dapat mendengarkan dengan jelas pertanyaan dengan ijab dari pihak wali mempelai putri dan pernyataan qobul dari pihak mempelai laki-laki sedangkan alat perekam itu dimaksudkan oleh Baharuddin sebagai alat bukti otentik atas berlangsungnya akad nikah pada hari itu.
Setelah akad nikah dilangsungkan lewat telepon, tetapi karena surat taukil dari calon suami belum juga datang pada saat akad nikah dilangsungkan, maka kepala KUA Kebayoran Baru Jakarta Selatan tidak bersedia mencatat nikahnya dan tidak mau memberikan surat nikah, karena menganggap perkawinannya belum memenuhi syarat sahnya nikah, yakni hadirnya mempelai laki-laki atau wakilnya.
Peristiwa nikah tersebut mengundang reaksi yang cukup luas dari masyarakat, terutama dari kalangan ulama dan cendekiawan muslim. Kebanyakan mereka menganggap tidak sah nikah lewat telepon itu, antara lain Munawir Syadzali, M.A Mentri Agama RI, K.H. Hasan Basri, ketua umum MUI pusat, dan prof. dr. Hasbullah Bakri, S.H. jadi, mereka dapat membenarkan tindakan kepala KUA tersebut yang tidak mau mencatat nikahnya dan tidak memberikan surat nikahnya. Dan inti alasan mereka ialah bahwa nikah itu termasuk ibadah, mengandung nilai sacral, dan nikah lewat telepon itu bisa menimbulkan confused (keraguan) dalam hal ini terpenuhi tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syarat secara sempurna menurut hukum Islam.
Ada ulama yang berpendapat bahwa status nikah lewat telepon itu syubhat, artinya belum safe, sehingga perlu tajdid nikah (nikah ulang) sebelum dua manusia yang berlainan jenis kelaminnya itu melakukan hubungan seksual sebagai suami istri yang sah. Adapula ulama yang berpendapat, bahwa nikah lewat telepon tidak diperbolehkan, kecuali dalam keadaan darurat. Tetapi kebanyakan ulama dan cendekiawan Muslim menganggap nikah lewat telepon itu tidak sah secara mutlak.





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akad (nikah dari bahasa Arab عقد) atau ijab qabul, merupakan ikrar pernikahan. Yang dimaksud akad pernikahan adalah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dari qabul dari pihak calon suami atau wakilnya.
Dalam pernikahan terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi. Rukun-rukun nikah ada 5 :
1.    Suami (زوج)
2.    Istri (زوحة
3.    Wali nikah (ولى نكاح).
4.    Dua orang saksi (شا هدان) Nabi Muhammad bersabda :
لَا نِكَا حَ اِلَّا بِوَ لِيٍّ وَشَا هِدَي عَدْلٍ
Artinya: “ Perkawinan tidak sah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.” ( H.R. Addaruquthni)
5.    Shigat

Menikah lewat telepon itu tidak di perbolehkan dan tidak sah menurut hukum islam, karena selain terdapat kelemahan atau kekurangan dikhawatirkan jika akad dilaksanakan jarak jauh maka akan terjadi manipulasi. Misalnya suara di dubbing atau gambarnya dan backgroudnya tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini akan merugikan pihak perempuan. Karena perempua harus di hormati, islam mengajarkan itu. Dan yang demikian itu tidak sesuai dengan hadits Nabi atau kaidah fiqih.


DAFTAR PUSTAKA

Kholiq Muhammad. Fiqih Penunjang Aktif Belajar, Gresik: CV Putra Kembar Jaya, 2002.
Maulaya Abu. Fiqih Kontemporer, Jombang: UNIPDU, 2012.
Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar